Gorontalo, mimoza.tv – Gemparnya potongan video berisi pernyataan “Rampok Uang Negara” berujung fatal bagi karier politik Wahyudin Moridu. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) resmi memecat anggota DPRD Provinsi Gorontalo itu, sekaligus menyiapkan proses Pergantian Antar Waktu (PAW).
Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan, Komarudin Watubun, menegaskan keputusan ini diambil setelah DPD PDIP Gorontalo melaporkan dan menindaklanjuti kasus tersebut. “Hari ini DPP mengeluarkan surat pemecatan kepada yang bersangkutan, dan dalam waktu dekat segera dilakukan PAW,” ujar Komarudin di Jakarta, Sabtu (20/9/2025).
Menurut Komarudin, langkah tegas ini bukan hanya sanksi personal, tetapi juga pesan keras kepada seluruh kader partai. “Kepada seluruh kader dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, kami ingatkan: jagalah kedisiplinan, etika, kehormatan, dan wibawa partai maupun keluarga masing-masing,” tegasnya.
Dampak Politik
Pemecatan Wahyudin menambah daftar panjang kasus kader PDIP di daerah yang tersandung kontroversi. Bagi internal partai, kasus ini menjadi ujian serius dalam menjaga citra menjelang konsolidasi menuju Pemilu 2029. Sementara di Gorontalo, PAW Wahyudin akan membuka ruang negosiasi politik baru di DPRD Provinsi.
Respons Wahyudin
Sadar kasus ini menghantam reputasinya, Wahyudin mencoba meredam kemarahan publik lewat permintaan maaf di media sosial.
“Dengan ini, atas nama pribadi dan keluarga saya memohon maaf atas video yang diviralkan di TikTok beberapa waktu lalu. Sesungguhnya saya tidak berniat melecehkan atau menyinggung masyarakat Gorontalo. Semua ini murni kesalahan saya,” tulisnya.
Namun, permintaan maaf itu tampaknya tidak cukup membendung gelombang kritik. Sejumlah warganet menilai ucapan Wahyudin mencerminkan mentalitas pejabat yang masih menganggap kekuasaan sebagai jalan pintas untuk memperkaya diri, meski ia sendiri berusaha menyangkal maksud tersebut.
Kasus Wahyudin Moridu menjadi cermin bagaimana satu potongan video di era digital bisa menghancurkan karier politik secepat kilat. Ia bukan sekadar kehilangan kursi di DPRD, tetapi juga menghadapi stigma publik yang bisa melekat jauh lebih lama ketimbang masa jabatannya.
Penulis: Lukman