Gorontalo, mimoza.tv – Dua bangunan liar yang berdiri di bantaran sungai wilayah Desa Pentadio Timur, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo, diduga menabrak aturan dan mengabaikan perintah pembongkaran dari pemerintah daerah.
Bangunan yang diketahui digunakan sebagai tempat usaha itu berdiri kokoh di area sempadan sungai—zona yang secara hukum dilarang untuk didirikan bangunan permanen. Keberadaan bangunan tersebut tidak hanya melanggar estetika tata ruang, tetapi juga menyalahi sejumlah regulasi, antara lain Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, serta Peraturan Menteri PUPR mengenai garis sempadan sungai dan danau.
Pelaksana tugas Kepala Dinas PUPR Kabupaten Gorontalo, Romi Syahrain, menyatakan bahwa pemerintah tidak pernah menerbitkan izin maupun rekomendasi untuk pembangunan di lokasi tersebut. Menurutnya, pemerintah daerah telah berulang kali memanggil pemilik bangunan dan memberikan peringatan untuk melakukan pembongkaran secara mandiri, namun belum juga direspons.
“Kami sudah memberikan peringatan secara tertulis maupun lisan, namun belum ada tindak lanjut dari pemilik bangunan,” ujar Romi Syahrain, yang juga menjabat sebagai Asisten II Setda Kabupaten Gorontalo.
Informasi yang diperoleh redaksi Mimoza TV menyebutkan bahwa bangunan liar tersebut diduga milik salah satu kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Gorontalo, sehingga menimbulkan pertanyaan publik terkait keberanian pemerintah dalam menegakkan aturan secara adil.
Pemerintah daerah kini disebut tengah mempersiapkan langkah tegas untuk menertibkan bangunan tersebut jika pemilik tetap tidak menunjukkan iktikad baik.
Sementara itu, warga setempat, Rizal Abdul, menyuarakan keprihatinannya. Ia berharap pemerintah bertindak cepat sebelum kondisi lingkungan semakin memburuk.
“Bangunan yang terlalu dekat dengan sungai bisa mempercepat erosi dan menyempitkan alur air. Kalau hujan deras, air bisa meluap dan memicu banjir. Ini mengancam keselamatan warga,” ujar Rizal.
Menurutnya, selain melanggar aturan, bangunan di sempadan sungai juga sangat berisiko mengalami longsor atau ambruk ketika debit air tinggi.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi pemerintah daerah: apakah keberpihakan pada kepentingan publik dan kelestarian lingkungan dapat ditegakkan di atas kepentingan pribadi, apalagi jika pelakunya adalah pejabat sendiri.
Penulis: Lukman