Realisasi PAD Masih Rendah, Ini Enam Faktor Penghambat Versi Badan Keuangan Kota Gorontalo
Gorontalo, mimoza.tv – Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Gorontalo pada triwulan pertama tahun 2025 masih jauh dari harapan. Kota ini bahkan masuk dalam daftar 20 kota dengan persentase realisasi pendapatan terendah se-Indonesia, sebagaimana dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Data ini disampaikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, dalam rapat koordinasi percepatan realisasi APBD Tahun Anggaran 2025 yang digelar secara virtual dari Jakarta, Rabu (8/5/2025).
Dari data tersebut, Kota Gorontalo tercatat hanya mampu mencapai realisasi pendapatan sebesar 18,16%. Persentase ini menempatkan Kota Gorontalo di posisi ketiga terbawah setelah Kota Kotamobagu (18,52%) dan Kota Bengkulu (18,45%).
Adapun kota-kota lainnya yang juga masuk dalam daftar 20 kota dengan realisasi pendapatan terendah antara lain: Kota Balikpapan (18,00%), Kota Sawahlunto (17,00%), Kota Tarakan (17,86%), Kota Tegal (17,55%), Kota Gunungsitoli (17,38%), Kota Sorong (18,84%), Kota Bima (16,49%), Kota Cirebon (15,72%), Kota Lhokseumawe (14,88%), Kota Tebing Tinggi (14,82%), Kota Bontang (14,62%), Kota Samarinda (14,45%), Kota Sungai Penuh (13,49%), Kota Pematangsiantar (10,54%), Kota Yogyakarta (9,37%), Kota Subulussalam (7,38%), dan Kota Tual (0,19%).
Kepala Badan Keuangan Kota Gorontalo, Nuryanto, Ak. M.Ec.Dev, mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi belum optimalnya realisasi penerimaan PAD di Kota Gorontalo.
“Salah satu penyebab utama adalah menurunnya aktivitas pemerintahan di sektor jasa seperti hotel dan restoran akibat kebijakan efisiensi anggaran,” ujar Nuryanto, Senin (12/5/2025).
Selain itu, keterlambatan dalam pencetakan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga berdampak pada belum maksimalnya penerimaan dari sektor ini.
“Penerimaan dari PBB belum bisa maksimal karena proses pencetakan SPPT belum dilakukan,” jelasnya.
Faktor lain yang turut menekan pendapatan adalah belum masuknya dividen dari Bank SulutGo, serta dampak program pemotongan tarif listrik sebesar 50% oleh Pemerintah Pusat yang mengurangi pendapatan dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sektor tenaga listrik.
Ia juga menyoroti rendahnya kepatuhan Wajib Pajak dan Wajib Retribusi. Pemungutan retribusi seperti parkir tepi jalan umum, kebersihan, dan pelayanan pasar pun dinilai belum berjalan optimal.
Untuk menjawab persoalan ini, Pemerintah Kota Gorontalo terus melakukan berbagai upaya.
“Kami memperketat pengawasan serta mendorong penggunaan sistem digitalisasi pembayaran pajak dan retribusi secara online, agar lebih efisien dan mencegah kebocoran,” kata Nuryanto.
Ia berharap pendekatan yang komprehensif dan partisipatif, yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat dan mendorong pengelolaan PAD yang lebih efektif dan transparan. (rls/luk)