Gorontalo, mimoza.tv – Perseteruan hukum antara Dr. Najamuddin Petta Solong dan Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo, Prof. Dr. H. Zulkarnain Suleman, M.H.I., belum berakhir. Meskipun satu putusan hukum telah dimenangkan oleh Najamuddin dan berkekuatan hukum tetap, dinamika di lingkungan kampus keagamaan negeri ini masih terus bergulir.
Kuasa hukum Dr. Najamuddin, Romie Habie, menegaskan bahwa putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang dimenangkan kliennya tidak pernah dicabut. Pihaknya bahkan telah mengajukan permohonan eksekusi atas isi putusan tersebut. Namun hingga kini, pihak rektorat dinilai mengabaikan perintah pengadilan.
“PTUN Gorontalo telah menetapkan bahwa Rektor IAIN Sultan Amai tidak melaksanakan isi putusan yang sudah inkrah. Ini bukan lagi soal administrasi, tapi bentuk nyata pembangkangan terhadap hukum,” ujar Romie kepada mimoza.tv, Jumat (25/7/2025).
Romie mengungkapkan bahwa langkah hukum lanjutan untuk saat ini ditangguhkan, karena kliennya tengah fokus mengikuti proses pemilihan rektor periode mendatang.
“Proses hukumnya tetap ada dan tidak dicabut. Tapi untuk sementara, kami putuskan menahan gugatan baru demi fokus pada pencalonan Pak Najamuddin sebagai rektor,” ujarnya.
Setelah proses Pilrek selesai, lanjut Romie, pihaknya berencana melanjutkan gugatan secara perdata. Kali ini dengan pendekatan berbeda, yakni menggugat langsung Prof. Zulkarnain Suleman sebagai pribadi, bukan lagi sebagai pejabat kampus.
“Setelah kontestasi Pilrek usai, kami akan gugat secara perdata dengan tergugat adalah pribadi Prof. Zulkarnain. Ini soal pertanggungjawaban personal atas pelanggaran hukum yang nyata,” tegasnya.
Putusan Sudah Final, Eksekusi Mandek
Sengketa bermula dari pembatalan Surat Keputusan (SK) penelitian atas nama Dr. Najamuddin pada anggaran tahun 2023, dengan nilai proyek mencapai Rp 1,5 miliar. Dalam putusannya, PTUN Manado menyatakan bahwa pembatalan SK tersebut cacat prosedur dan harus dibatalkan.
Pada 2 Juli 2024, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan oleh Rektor Zulkarnain, sehingga putusan banding dari Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Manado yang memenangkan Najamuddin menjadi dasar hukum yang mengikat. Namun hingga kini, putusan itu belum dijalankan.
“Sebagai warga negara yang taat hukum, rektor seharusnya menjalankan isi putusan itu, bukan cuek,” ujar Romie. Ia juga menyebut telah melayangkan surat pemberitahuan resmi kepada rektor terkait kewajiban eksekusi putusan.
Tudingan Nepotisme dan Dugaan KKN
Dalam laporan awal ke PTUN, Najamuddin menuding adanya praktik nepotisme ketika namanya dibatalkan dalam SK penelitian. Ia juga menyoroti potensi penyalahgunaan anggaran dalam proses tersebut. Romie menyebut kasus ini sebagai “pintu masuk” untuk mengungkap dugaan maladministrasi dan praktik KKN di kampus tersebut.
Laporan Pidana: Keterangan Palsu di Persidangan
Tak hanya menggugat secara tata usaha negara dan perdata, pihak Romie juga telah menempuh jalur pidana. Ia mengonfirmasi bahwa laporan dugaan keterangan palsu dalam persidangan kini telah naik status dari penyelidikan ke penyidikan oleh Polda Gorontalo.
“Kami telah menerima tembusan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Polda Gorontalo ke Kejaksaan Tinggi. Artinya, kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan. Biasanya kalau sudah penyidikan, berarti sudah ada calon tersangka dalam perkara tersebut,” jelas Romie.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya menyerahkan penuh penanganan perkara ini kepada aparat penegak hukum.
“Untuk perkara pidana, kami percayakan sepenuhnya kepada APH. Kami akan ikuti proses hukum yang berjalan,” pungkasnya.
Penulis: Lukman.