Gorontalo, mimoza.tv – Persidangan perkara dugaan korupsi proyek Kanal Banjir Tanggidaa kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Hubungan Industrial (PHI) Gorontalo, Selasa (10/6/2025). Tiga saksi dihadirkan dalam sidang kali ini, termasuk nama-nama pejabat dari Dinas PUPR Provinsi Gorontalo.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah kesaksian Rahmatiya Ali, Kepala Bidang Sumber Daya Air (Kabid SDA) Dinas PUPR yang menggantikan terdakwa Romen S. Lantu. Dalam keterangannya, Rahmatia mengaku bukan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sehingga merasa tidak bertanggung jawab atas kelanjutan proyek yang tengah disidangkan.
Pernyataan itu ditanggapi kritis oleh Aroman Bobihoe, kuasa hukum terdakwa Romen S. Lantu. Ia menilai kesaksian Rahmatia menyimpan kejanggalan.
“Yang menarik menurut kami, dia menyatakan sebagai Kabid SDA tapi bukan PPK. Padahal dalam praktiknya, dia melakukan surat-menyurat, memanggil kontraktor, hingga melakukan monitoring dan evaluasi pekerjaan. Itu menunjukkan adanya tanggung jawab administratif dan teknis,” ujar Aroman di hadapan majelis hakim.
Menurut Aroman, dalam struktur birokrasi, seorang Kabid SDA seharusnya dapat merangkap sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) maupun PPK. Ia menilai pernyataan Rahmatia yang menolak bertanggung jawab karena tidak memiliki Surat Keputusan (SK) sebagai PPK justru memperkuat dugaan lemahnya manajemen proyek di internal dinas.
“Ini menyangkut nasib orang. Kalau memang merasa tidak punya kewenangan, kenapa tetap melanjutkan administrasi dan monitoring pekerjaan? Seharusnya ketika menjabat sebagai Kabid dan PPK, pekerjaan itu bisa dilanjutkan. Tapi karena tidak dilakukan, jadinya seperti sekarang,” tandasnya.
Sementara itu, Roland Van Mansur Nur, kuasa hukum terdakwa lainnya, Kris Wahyudin Thalib, juga menyoroti proses monitoring yang dilakukan oleh para saksi.
“Dari keterangan saksi tadi, dia menyebutkan pernah melakukan monitoring di lapangan, bahkan secara terang benderang menyampaikan bahwa progres fisik proyek mencapai 81 persen. Ia juga mengatakan bahwa pencairan anggaran dari Dinas PUPR sudah di angka 79 persen,” kata Roland.
Roland menambahkan, fakta tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi kelebihan pembayaran seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Bahkan menurutnya, kliennya masih memiliki hak tagih terhadap Dinas PUPR karena belum menerima seluruh pembayaran atas pekerjaan yang sudah dilaksanakan.
“Kesaksian tadi justru menguatkan bahwa proyek ini secara fisik telah memenuhi syarat. Kami sangat antusias dengan jalannya sidang ini karena membuka banyak fakta yang selama ini terabaikan,” pungkasnya.
Persidangan akan kembali dilanjutkan dengan agenda mendengarkan saksi lainnya yang dihadirkan oleh JPU.
Penulis: Lukman.