Gorontalo, mimoza.tv – Sidang perdana praperadilan terkait penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam proyek pembebasan lahan Gorontalo Outer Ring Road (GORR), Senin (1/7/2025), harus tertunda. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo selaku pihak termohon tidak hadir dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Gorontalo tersebut.
Ketidakhadiran Kejati membuat Hakim Tunggal Rays Hidayat memerintahkan panitera untuk kembali memanggil pihak kejaksaan. Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Senin pekan depan, 8 Juli 2025.
“Sidang praperadilan seharusnya diputus maksimal 14 hari setelah permohonan didaftarkan. Tapi hakim tampaknya memberikan toleransi waktu satu minggu hanya untuk memanggil ulang Kejati,” ujar Hirsam Gustiawan, Koordinator Divisi Advokasi dan Litigasi Gorontalo Corruption Watch (GCW), dalam keterangannya seperti yang mimoza.tv kutip dari Beleidnews.
GCW menggugat Kejati Gorontalo karena menilai institusi tersebut tidak serius menuntaskan kerugian negara sebesar Rp43 miliar yang timbul dari proyek pembebasan lahan GORR. Angka tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Meski Kejati telah membawa empat orang ke pengadilan, termasuk Asri Wahjuni Banten, Farid Siraju, Ibrahim, dan mantan Kepala BPN Gabriel Tri Wibowo, uang negara belum juga kembali. Bahkan Gabriel divonis lepas, dan Kejati tidak mengajukan kasasi atas putusan tersebut.
“Pada 1 Mei 2021, Kejati menyampaikan kepada media bahwa ada pihak lain yang terlibat dan akan segera ditindaklanjuti melalui surat penyidikan baru. Tapi sampai sekarang, tidak ada kelanjutan,” kata Hirsam.
GCW pun meminta hakim agar memerintahkan Kejati melanjutkan penyidikan kasus ini, termasuk dugaan pencucian uang yang hingga kini tak kunjung diproses.
Proyek pembebasan lahan GORR sendiri menggunakan anggaran sekitar Rp300 miliar yang bersumber dari APBD Provinsi Gorontalo tahun 2018. Dalam penelusuran BPKP, ditemukan bahwa sebagian lahan yang dibebaskan merupakan lahan milik negara.
Sorotan terhadap kasus ini tidak hanya datang dari lembaga antikorupsi. Mantan anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Adhan Dambea, turut menyuarakan kekecewaannya atas lambannya proses hukum. Ia bahkan mengaku pernah menerima informasi langsung dari Kajati saat itu, Firdaus Dewilmar, mengenai adanya surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Beliau sampaikan bahwa ada laporan PPATK tentang aliran dana ke rekening pribadi mantan gubernur Gorontalo. Jumlahnya 85 ribu dolar AS dan Rp700 juta. Tapi laporan itu tidak pernah ditindaklanjuti,” ungkap Adhan, seperti dilansir mimoza.tv dalam pemberitaan sebelumnya, 22 Juli 2022.
Adhan menjadi salah satu pihak yang konsisten mendorong penuntasan kasus ini. Beberapa kali ia mendatangi Kejati untuk menanyakan progresnya. Namun hingga kini, perkara tersebut masih mandek di kejaksaan.
Penulis: Lukman.