Kamis dinihari (18/4) pasca pencoblosan, sejumlah masjid di Jakarta menjadi korban aksi vandalisme. Dua diantaranya yang menjadi korban adalah masjid saling bertetangga di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Keduanya adalah Masjid Jami’ Al Hikmah di Cilandak Barat dan Masjid Nurul Falah di Karang Tengah yang berjarak sekitar satu kilometer.
Kesaksian pengurus masjid, pelakunya adalah pengendara sepeda motor yang menggunakan helm menutupi seluruh wajah (full face). Si pelaku sempat mengancam pengurus masjid, dan kemudian pergi.
Melihat yang menjadi sasaran tempat ibadah, bisa diduga tujuan si pelaku ingin mengadu domba umat beragama. Targetnya umat Islam marah. Terjadi kerusuhan. Suasana tidak terkendali.
Info adanya kelompok yang ingin membuat kerusuhan dan menggagalkan pilpres itu sudah berhembus kencang dua pekan sebelum pencoblosan. Namun siapa pelakunya? Modusnya bagaimana? Dan apa targetnya? Belum ada info yang spesifik
Sejak Kamis malam di sejumlah WAG beredar info seolah dari akun Gerindra. Isinya mengingatkan para pendukung Paslon 02 untuk waspada adanya skenario rusuh.
“Diperoleh kabar (informasi) bahwa akan ada gerakan “MENURUNKAN PRESIDEN” yang justru dibuat/ dimotori dari kubu sebelah dan sedang diusahakan agar gerakan tersebut semakin menguat. Jikalau terjadi, akan dibenturkan…!
Setelah itu, akan dikeluarkan Dekrit Presiden tentang Negara dalam keadaan darurat. Hal tersebut dapat diberlakukan seperti di Negara Mesir. Semua upaya perubahan nasib rakyat dan bangsa diberangus habis.
Jikalau terjadi seperti ini maka tidak perlu diadakan PilPres karena kekuasaan penuh ada ditangan presiden untuk mengendalikan pemerintahan.
Mohon dapatnya dikabarkan (diinformasikan) agar jangan mudah terpancing hasutan “turunkan presiden”.
Pengumuman itu disertai logo Partai Gerindra dengan akun https://m.facebook.com/GERAKAN.INDONESIA.RAYA/posts/240230579984347. Setelah dicek info tersebut bukan berasal dari akun resmi Gerindra facebook.com/gerindra.
Bisa disimpulkan info itu disebar oleh kelompok yang sama dengan pelaku vandalisme di sejumlah masjid. Hanya modusnya berbeda.
Vandalisme di masjid sengaja mencoba membakar amarah umat Islam. Aksi yang lain juga sengaja membakar kemarahan pendukung Paslon 02 dengan cara mendiskreditkan kubu Paslon 01.
Strategi membenturkan dua kelompok
Dilihat modusnya hampir dapat dipastikan ada kelompok di luar kubu paslon 01, maupun paslon 02 yang mencoba bermain, adu domba dan membuat suasana keruh.
Jika sampai pendukung Paslon 02 terbakar dan melampiaskan kemarahannya, maka yang akan jadi sasaran adalah kelompok Paslon 01.
Ketika situasi chaos, terjadi bentrokan antar-kedua kubu, maka kelompok ini tinggal menangguk hasilnya. Mereka berhasil membuat air keruh dan tinggal menangkap ikannya.
Jokowi dan para pendukungnya tidak mendapat apa-apa. Begitu juga halnya Prabowo dengan para pendukungnya.
Di tengah klaim kemenangan kedua belah pihak, posisi KPU dan Bawaslu menjadi sangat penting dan krusial.
Bawaslu harus benar-benar mengawasi dan mengingatkan agar KPU, mulai dari tingkat KPUD kabupaten/kota, KPUD provinsi, sampai KPU tingkat pusat jangan membuat kesalahan, apalagi bermain-main ikut memenangkan salah satu paslon. Apalagi sejauh ini terdapat banyak pertanyaan seputar independensi dan integritas KPU.
Dari laporan Bawaslu terdapat ribuan petugas KPPS yang tidak netral. Juga tidak boleh dilupakan ditemukan kertas suara atas nama Paslon 01 dan kader Partai Nasdem yang sudah tercoblos.
Di media sosial juga muncul informasi dari berbagai daerah adanya kertas suara atas Paslon 01 yang tercoblos. Video-video tersebut viral dan mengundang kemarahan.
Di beberapa daerah saksi dari Paslon 02 diintimidasi. Peristiwa paling mencolok terjadi di Boyolali, Jateng. Hampir semua TPS tak ada saksi Paslon 02. Hasilnya Prabowo-Sandi tidak mendapat suara sama sekali di 61 TPS di 8 kecamatan. Jokowi-Ma’ruf menang dengan perolehan 86 persen.
Selain itu KPU juga mengakui adanya kesalahan input data. Yang sudah diakui terjadi kesalahan input di Maluku, NTB, Jateng, Riau dan Jaktim. Perolehan suara Prabowo-Sandi menang, berubah menjadi Jokowi-Ma’ruf yang menang.
Komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi mengakui kesalahan itu terjadi karena petugas salah meng-entry data. Dia berjanji kesalahan itu akan segera diperbaiki.
Persoalannya tidak sesederhana seperti yang dikatakan Pramono. Bisa dibayangkan dengan jumlah TPS lebih dari 800 ribu, bila setiap TPS ada kesalahan data sebanyak 10 suara saja, jumlahnya sudah 8 juta suara. Jumlahnya sekitar 5 persen dengan asumsi suara golput sebesar 20 persen.
Dengan tensi masyarakat yang sedang tinggi, dan adanya kelompok kepentingan yang tengah mengintai, kita mengingatkan KPU agar sangat-sangat berhati-hati.
Jangan sampai membuat kesalahan sekecil apapun. Baik tidak sengaja, apalagi bila disengaja. Jangan bermain-main dengan emosi rakyat. Jangan bermain-main dengan demokrasi. End
Penulis: Hersubeno Arief