Gorontalo, mimoza.tv – Selawat Nabi Muhammad SAW, tabuhan gamelan pusaka Keraton Kasunanan Surakarta dan ribuan warga yang berebut tumpeng raksasa berisi sayuran, buah-buahan dan hasil bumi lainya menjadi puncak acara Maulid Nabi dikompleks Masjid Agung Solo, Selasa (20/11).
Sebelumnya, seorang tokoh agama dari Keraton Kasunanan Surakarta memberikan ceramah terkait ajaran Islam dalam tradisi Jawa. Ulama Keraton sekaligus budayawan, Muhtarom mengungkapkan perpaduan Islam dan tradisi Jawa sangat kental terasa dalam Grebeg Maulud ini. Menurut Muhtarom,agama dan budaya bisaberakulturasi denganharmonis .
“Ini konsep paraWali Songo, agar masyarakat bisa menerima agama Islam dengan mudah. Konsep itu membahasakan ajaran Islam dengan budaya lokal. Gunungan ini hajat Dalem Sinuhun, Raja Keraton Kasunanan Solo merayakan Maulid Nabi dengan berbagi hasil bumi untuk masyarakat,” kata Muhtarom.
Dalam Gerebeg Maulud ini, empat tumpeng raksasa,masing-masing berisi hasil bumi berupa sayuran, buah-buahan, dan sejumlah deretan kotak berisi nasi,diusung puluhan abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta. Tumpeng raksasa dan nasi itu persembahan dari Raja Solo. Setelah didoakan di masjid, gunungan itu langsung diperebutkan ribuan warga yang sudah berjubel. Salah seorang warga asal Klaten, JawaTengah, Mamik, mengaku senang bisa mendapat sayuran dari gunungan hasil bumi persembahan Raja Kraton Solo.
“Senang dapat sayuran, nanti dimasak atau ditanam bisa. Doa dan harapan saya, semoga lancar rejeki,” kata Mamik.
Perayaan peringatan Maulid Nabi serupa juga dilakukan di Keraton Yogyakarta. Selain tradisi di keraton Yogyakarta dan Solo, juga digelar di berbagai daerah dengan beragam tradisi. Di Madura, JawaTimur, digelar Barzanji atau doa-doa, puji-pujian dan penceritaan riwayat nabi Muhammad saw yang dilafalkan dengan berirama kemudian dilanjutkan makan bersama.
Di Padang Pariaman, Sumatera Barat, masyarakat menggelar Bungo Lado, mengumpulkan uang sumbangan dibentuk pohon hias untuk membangun rumah ibadah, di Kudus, Jawa Tengah, berupa Kirab Ampyang. Di Keraton Cirebon dan Garut, Jawa Barat, tradisinya adalah membersihkan benda pusaka dan berziarah ke makam para Wali.
Di Provinsi Gorontalo perayaan ini dikenal dengan tradisi Walima. Tradisi ini merupakan tradisi semasa kerajaan-kerajaan islam, dan dilaksanakan turun-temurun antar generasi. Tradisi ini diperkirakan sudah ada sejak Gorontalo mengenal Islam pada abad ke XVII.
Tahun 1927 pada masa pemerintahan Hasan Pateda, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW semakin meriah. Lilingo yang bentuknya sederhana dilengkapi dengan kue (Kukis) dan telur masak ditusuk dengan bambu yang telah diraut dengan bersih kemudian ditancapkan di permukaan Lilingo diberi nama Toyopo (Tutu-tutupo Woyo-woyopo).
Pada tahun 1937 pada masa pemerintahan Buke Panai, pemerintah desa membuat toyopo yang besar dan diletakkan pada suatu tempat (wadah) yang terbuat dari bambu kuning. Wadah tersebut membentuk bujur sangkar menyerupai kaki meja dan dibawahnya ada lantai terbuat dari bambu dibelah kecil-kecil (Tototahu), kemudian dihiasi dengan bendera warna-warni serta tulisan-tulisan yang artinya erat sekali hubungannya dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Toyopo yang dihiasi tadi diberi nama Tolangga Lopuluto (Walima Lopuluto). Tolangga Lopuluto (Walima Lopuluto) diantar ke Masjid dengan iring-iringan dan Tarian Langga sampai dihalamam Masjid..
Sementara itu, di Takalar Sulawesi Selatan,Maudu Lompoa berupa mandi yang dipimpin tetua adat dan dilanjutkan berebut julung-julung berisi telur hias, nasi, beras , ketan, dan sebagainya.Warga muslim di Bali menggelar Bale Saji, hiasan bunga yang terbuat dari kertas dan telur. (ys/uh/luk)
Baca juga https://mimoza.tv/walima-dan-desa-bongo-dalam-sejarah-perayaan-maulid-nabi-di-gorontalo/