Gorontalo, mimoza.tv – Sidang putusan perkara antara PT Azwa Utama Gorontalo dengan Bank Mandiri, Selasa (28/5/2019), di gelar di Pengadilan Negeri Kota Gorontalo.
Dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Hakim, Ngguli Liwar Mbani Awang SH membacakan putusan atas perkara nomor 81/PDTG/2018/PNGTO menyebut, apa yang dilakukan pihak tergugat (Bank Mandiri) terhadap penggugat (PT Azwa Utama Gorontalo) dapat dikonstrusi sebagai perbuatan yang melanggar hukum, yang bersumber dari kesalahan, kelalaian dan ketidak hati-hatian yang berhubungan dengan perbuatan tergugat, hingga menimbulkan kerugian berupa hilangnya nama baik PT Azwa Utama Gorontalo sebagai debitur di mata perbankan.
Menanggapi putusan tersebut, Romie Rifki selaku pimpinan PT Azwa Utama Gorontalo mengungkapkan, ketidakpuasan penggugat atas vonis adalah sudah jelas dari putusan pengadilan tersebut.
Bahwa secara institusi dan bersama sama, pihak Bank Mandiri terbukti melakukan keterangan-keterangan berbohong dan melakukan pencatatan laporan yang tidak benar kepada pihak Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia.
“Seandainya kita dari pihak nasabah yang tidak mampu membayar dalam waktu tertentu maka pihak bank bisa melelang aset yang kita jaminkan di perbankan, kata Romie, dihubungi lewat nomer telepon 0812-3025-XXXX.
Kata Romie, ini sudah jelas terbukti pihak Bank Mandiri melakukan keterangan – keterangan tertulis yang hampir semua dinilai majelis hakim mengada ada. Dan dari awal persidangan Bank Mandiri sudah jelas berniat dan terbukti melakukan kebohongan melalui para keterangan-keterangan di persidangan.
“Secara logika tidak mungkin pihak Bank Mandiri tidak paham masalah ini. Karena mereka pegang semua data transaksi kita, malah di persidangan majelis hakim menyatakan dengan jelas adanya beberapa Surat Peringatan untuk penggugat di bulan Agustus Sept Oktober 2017 yang fiktif tapi dijadikan alat bukti di persidangan,” jelasnya.
Dirinya mengungkapkan, sebenarnya di gugatan, pihaknya sudah melampirkan adanya tindakan-tindakan tergugat, yang sangat melanggar Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang Perbankan sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 49 ayat (1) yang dikutip dan berbunyi sebagai berikut:
(1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pegawai Bank yang dengan sengaja:
a. Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan
atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
b. Menghilangkan atau tidak memasukan atau menyebabkan tidak dilakukannya
pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen
atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
c. Mengubah mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan
adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening
suatu bank, atau dengan sengaja’ mengubah, mengaburkan, menghilangkan,
menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahundan paling lama 15
(lima belas) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000.000,00 (dua ratus
miliar rupiah).
Bahwa ketentuan terkait dengan ganti kerugian yang diakibatkan karena mengenai perbuatan melawan hukum juga di atur dalam ketentuan pasal 1243 sampai 1252 KUH-Perdata, maka ganti kerugian tersebut adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada para tergugat, yang dapat berupa biaya yang harus dikeluarkan, kerugian yang dialami dan keuntungan yang diharapkan.
“Supaya semua jelas, bagi para nasabah, bahwasanya kita sebagai nasabah juga dilindungi oleh pemerintah dengan Undang-Undang. Nasabah bukan hanya mempunyai kewajiban di setiap akad kredit, tapi nasabah juga mempunyai hak sebagai warga negara yang dilindungi oleh Undang-Undang,” pungkasnya.(luk)