Gorontalo, mimoza.tv – Bupati Bonebolango, Hamim Pou mengatakan, pada tahun anggaran 2020 mendatang pemerintah daerah kemungkinan besar akan menganggarkan sebesar Rp20 miliar dalam APBD untuk menanggung iuran jaminan sosial BPJS Kesehatan bagi warganya. Hal ini imbas dari naiknya iuran BPJS Kesehatan yang tadinya untuk kelas III sebesar Rp25.500 menjadi Rp42.000.
Namun demikian, kata Hamim Pou, ada aturan tambahan yang akan dikeluarkan bagi warga Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan sosial BPJS Kesehatan yang dicover oleh Pemkab Bone Bolango melalui Jaminan Kesehatan Pro Rakyat (Jamkespra).
“Bagi para perokok, itu saya tidak akan masukan di PBI jaminan sosial BPJS Kesehatan. Syaratnya harus berhenti merokok. Jika tidak mau berhenti merokok, kita akan keluarkan dari kepesertaan PBI dan kita dorong menjadi peserta mandiri BPJS Kesehatan,”ujar Hamim, saat diwawancarai awak media, Minggu (15/9/2019).
Untuk itu, Hamim memerintahkan dan meminta kepada seluruh kepala desa (Kades) di wilayahnya untuk mendata dan mencatat kembali mana warga yang tidak layak lagi menerima PBI BPJS Kesehatan, terutama para perokok di desanya masing-masing.
Menanggapi hal tersebut, Tahir S Badu selaku Anggota DPRD Kabupaten Bonebolango masa bakti 2019 -2024 mengungkapkan, dirinya setuju dengan langkah kebijakan Hamim Pou, yang mencoret warga Bone bolango perokok.
“Saya setuju dan mendukung langkah pak Bupati. Artinya hal ini untuk meminimalisir perokok aktif. Kita harus dukung regulasi yang dibuat oleh kepala daerah menyangkut standar pelayanan BPJS di daerah ini,” kata Tahir saat diwawancarai awak media mimoza.tv, Senin (16/9/2019).
Namun saja kata Tahir, untuk warga masyarakat peserta BPJS Mandiri, pemerintah daerah tidak bisa mengaturnya, sebab itu menjadi kewenangan BPJS pusat.
“Yang memegang kartu PBI, itu bisa diatur oleh daerah. Sebaliknya warga yang mememgang kartu BPJS Mandiri, itu mengikuti regulasi atau ketentuan dari pusat,” ujar Tahir.
Hal yang perlu diperhatikan juga kata Tahir, untuk memutuskan dia di coret atau tidak dari kepesertaan PBI tersebut, jangan hanya berdasarkan data dari kepala desa atau perangkat di desa. Tahir berpendapat, harus melibatkan pihak kedokteran dalam memutuskan.
“Harus ada rekam medik dari dokter atau tenaga medis yang menjelaskan misalnya, pasien A seorang perokok, tetapi berdasarkan rekam medis penyakitnya tidak disebabkan oleh rokok dan tidak ada hubungan dengan rokok. Jadi tidak melihat dan berdasarkan data yang disampaikan oleh Kepala Desa,” pungkasnya.(mar/luk)