Gorontalo, mimoza.tv – Maraknya aksi kriminal dengan menggunakan senjata tajam jenis panah wayer saat ini di Gorontalo, mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Aryanto Husain. Penulis sekaligus ekonom ini menilai, kasus kejadian yang berulang kali terjadi tersebut dikarenakan ada sistim atau kondisi yang memungkingkan itu terjadi.
Kondisi tersebut menurut Aryanto, tidak bisa didekati dengan cara represif saja, melainkan juga dengan cara prefentif.
“Jadi selain pendekatan dengan cara represif, prefentif juga harus jalan. Karena hal ini menyangkut dengan suatu kondisi. Mereka ini kan anak-anak remaja, dan usia seperti ini adalah kondisi dimana mereka mau menunjukan jati diri, sehingga timbul lah hal-hal yang diluar pakem pemikiran orang dewasa,” jelas Kabid Ekonomi di Bappeda Provinsi Gorontalo ini.
Kondisi ini menurut Aryanto harus di explor dengan baik. Jika mereka ingin menunjukan jati diri, jati diri seperti apa. Apakah dia ingin dikenal sebagai orang pintar, disegani atau lain-lain.
“Dalam ekonomi perilaku hal ini disebut insentif. Orang itu melakukan sesuatu, baik itu hal yang baik maupun yang buruk, itu karena ada insentif. Ada tiga kategori insentif. Insentif berupa ekonomi, sosial dan lingkungan,” kata dia saat diwawancarai wartawan mimoza.tv.
Dirinya menjelaskan, jika insentif-nya ekonomi, berarti orang tersebut melakukan sesuatu untuk mendapatkan untung secara ekonomi. Untuk insentif sosial, orang tersebut melakukan sesuatu karena ingin ada feedback sosial terhadap orang tersebut. Misalnya ingin diakui, disegani, dihormati, atau ditakuti orang. Jika motif insentifnya adalah lingkungan,berarti dia melakukan sesuatu karena ingin dihargai karena pro terhadap lingkungan.
Kondisi seperti ini dalam upaya prefentif kata Aryanto harus di explore dengan baik, mengapa dan apa yang membuat dia seperti itu. Saat meng-explor, yang harus dipahami terlebih dahulu, anak-anak ini hidup di tiga ekosistim, yaitu ekosistim keluarga, sekolah dan lingkungan.
“Dalam ekosistim keluarga harus dilihat, apakah anak ini ada masalah atau tidak. Bagaimana hubungan dengan orang tua, komunikasi, perlakuan. Demikian juga dalam ekosistim di sekolah. Apakah dia mengalami perlakuan yang tidak baik dari teman-temannya, termasuk ketidakterbukaan dia di sekolah. Sedangkan dalam ekosistim lingkungan, apakah anak ini berperilaku mengajak teman-temannya untuk keburukan, atau sebaliknya,” jelas pemilik Mo Awota Blog ini.
Menurutnya, anak-anak itu akan bisa mengekspresikan emosinya kalau mereka berkolompok. Mereka lebih enak menyuarakan kemauannya saat mereka berkolompok.
“Ini yang harus dilakukan saat kita mengupayakan strategi prefentif,” pungkasnya.(luk)