Gorontalo, mimoza.tv – Poin 17 dan 20, hasil rapat Forkopimda Provinsi Gorontalo yang digelar pada Senin (30/3/2020) lalu hingga saat ini masih menjadi sorotan masyarakat, terutama di sosial media. Banyak kalangan menilai dua poin kesepakatan itu akan membungkam kebebasan berpendapat dari masyarakat.
DR Duke Arie, SH MH, salah seorang praktisi hukum di Gorontalo menilai, kesannya ini bahwa pemerintah tdk mau di krtitik. Padahal kritikan LSM itu menurutnya adalah satu bentuk pengawasan ketika ada program pemerintah yang menurut masyarakat kurang baik. Sebaiknya kata dia surat ini di perbaiki kalimatnya.
“Kami menilai ada kejanggalan khususnya mengenai poin 17 dan poin 20 yang menurut kami adalah suatu kekeliruan dan terkesan pemerintah daerah ini anti kritik. Padahal disaat seperti ini pemerintah tidak bisa hanya bekerja sendiri tapi juga perlu bantuan dan pendapat dari masyarakat,” kata Duke, saat dihubungi wartawan ini, Kamis (2/4/2020).
Lanjut Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Provinsi Gorontalo ini, Pemda terkesan anti kritik khususnya dalam hal penanganan Covid-19 dengan cara membungkam LSM maupun masyarakat.
“Padahal kita tau bersama bahkan Jubir Satgas Covid 19 sempat dikritik karena pernyataannya mengenai yang miskin jangan menyebarkan virus kepada yang kaya, apalagi Pemda. Sudah semestinya untuk di kritik. Maka wajar bila ada suatu kebijakan yang diambil Pemda, di rasa tidak tepat kemudian masyarakat memberikan kritik bukan kemudian yang mengkritik justru di razia. Selama kritik itu membangun, pembungkaman seperti ini tidak perlu dilakukan pada saat ini,” ucap Duke.
Kata dia, seharusnya Pemda yang harus mendengar banyak masukan dari masyarakatnya, bukan malah di razia, di bungkam.
Dirinya mengaku pernah mengkritik Pemda Provinsi karena terlambat meliburkan siswa SMA padahal Mentri sudah memerintahkan belajar dari rumah, saat itu daerah-daerah lain juga sudah meliburkan siswanya. Tapi karena kritik tersebut, akhirnya gubernur meliburkan siswa SMA untuk mencegah penularan Covid 19.
“Ini yang kami maksud sebagai partisipasi masyarakat yang juga punya hak untuk ikut campur dalam memberikan masukan kepada Pemda dalam situasi seperti sekarang ini, jgn justru di bungkam,” ujar Duke.
Lanjut dosen di salah satu perguruan tinggi ini, jika dalam kritik tersebut ternyata ada hal-hal yang tidak benar, tidak pantas atau bahkan mencemarkan nama baik gubernur, maka ada prosedur hukumnya. Selama kritik itu positif harusnya justru diapresiasi.
Pemerintah Pusat melalui Presiden, kata dia, sudah menyampaikan bahwa terkait lockdown bukan kewenangan Pemda, sehingga poin 20 yang memerintahkan Pemda Kab/Kota utk melakukan kajian dalam rangka lockdown adalah tidak tepat.
“Kami menghimbau agar gubernur tidak menyelipkan agenda pribadi dalam menangani masalah ini. LSM harus tetap diberi ruang sebagai penyeimbang dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan, agar tidak disalahgunakan. Gubernur jangan memposisikan bupati/walikota salah dalam mengambil tindakan melakukan kajian terkait lockdown sebagaimana poin 20. Sebab urusan lockdown bukan urusan daerah akan terapi menjadi urusan Pemerintah Pusat,” pungkasnya. (luk)