Gorontalo, mimoza.tv – Di tengah-tengah berlimpahnya informasi saat ini, masyarakat berhadapan dengan problematika literasi, yang diakibatkan oleh rendahnya literasi masyarakat dan ketidaksiapan menghadapi dinamika perkembangan teknologi digital. Banjir informasi tidak hanya menghadirkan hal-hal positif. Kenyataannya, hoaks, provokasi, ujaran kebencian, hingga perpecahan di tengah masyarakat pun meningkat eskalasinya. Belum lagi masalah kebocoran data, penipuan, kejahatan siber, dan bentuk-bentuk kriminalitas lainnya. Perkembangan teknologi ternyata tidak dibarengi dengan peningkatan level literasi media dan daya berpikir kritis. Inilah yang menjadi penghambat kemajuan kita di tengah kecanggihan teknologi.
Belajar di bangku sekolah, dengan kurikulum biasa saja, tidaklah cukup. Diperlukan terobosan-terobosan baru untuk mengatasi defisit berpikir kritis di tengah masyarakat yang meluas di segala bidang. Berkaca dari situasi tersebut, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Bersama Maarif Institute dan Love Frankie dengan dukungan Google.org, bekerjasama untuk menawarkan salah satu solusi berpikir kritis secara terpadu melalui program Tular Nalar. Tular Nalar menghadirkan kurikulum literasi media sebagai latihan-latihan berpikir kritis yang diwujudkan dalam berbagai sarana pembelajaran, mulai dari video, website, artikel rubrik, dan lain-lain. Melalui program Tular Nalar, yang meliputi berbagai jenjang, kompetensi literasi media dapat diasah sesuai dengan konteksnya.
Apakah makna Tular Nalar? Kata ‘Tular’ bermakna menjangkiti, atau menginfeksi. Lazimnya, kata-kata ini digunakan untuk kasus-kasus epidemiologi atau penularan penyakit. Namun, dalam program ini, virus yang ditularkan adalah sesuatu yang baik, yaitu ‘Nalar’. Ya, Nalar atau reasoning sebagai bagian dari aktivitas berpikir adalah virus yang harus disebarluaskan ke mana-mana. Bernalar kritis tidak hanya sebagai jargon, tetapi juga dalam praktik keseharian guna menghindarkan orang dari bencana darurat literasi.
Kurikulum literasi media Tular Nalar adalah kunci program secara menyeluruh. Untuk mengembangkan kurikulum literasi media yang mengakomodasi perkembangan media terkini, 8 (delapan) orang pakar dari beragam latar belakang dan disiplin keilmuan bergabung dalam Lab Kurikulum yang berlangsung selama 4 bulan (Agustus s.d November 2020). Para pakar di balik kurikulum Tular Nalar terdiri dari Dr. Novi Kurnia, PhD (Ketua Jaringan Pegiat Literasi Digital Indonesia—JAPELIDI), Dr. Puji Lestari, M.Si. (pegiat komunikasi kebencanaan), Dr. Syarifah Ema Rahmaniah, M.Si. (pegiat literasi kesehatan), Dr. Arnidah Kanata, M.Si. (pakar teknologi kurikulum), Dr. Ni Made Ras Amanda, M.Si. (Ketua ISKI Bali, pegiat digital parenting), Fanny S. Alam (Ketua Sekodi Bandung, aktivis isu keberagaman dan pluralisme), Gilang Adikara, M.Si. (dosen prodi Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta), dan Ramaditya Adikara (novelis, pegiat isu disabilitas). Dalam situasi pandemi, kurikulum pembelajaran media literasi Tular Nalar berhasil dituntaskan kendati para pakar berada di lokasi terpisah: Jakarta, Bandung, Denpasar, Yogyakarta, Makassar, dan Balikpapan.
Kurikulum Tular Nalar, yang digarap para pakar dari beragam bidang dan berdomisili dari Barat sampai Timur Indonesia, menggambarkan kekuatan sumber daya tanah air dalam bingkai Pelangi Nusantara. Kurikulum ini terdiri dari 8 unit kompetensi, yaitu (1) Mengakses Informasi; (2) Mengelola Informasi; (3) Memproses Informasi; (4) Mendesain Informasi; (5) Berbagi Informasi; (6) Ketangguhan Diri; (7) Perlindungan Data; dan (8) Kolaborasi. Untuk menjadi insan melek digital, yang memiliki kemampuan berpikir kritis, terdapat 3 jenjang Tular Nalar yaitu TAHU, TANGGAP dan TANGGUH. Level TAHU adalah refleksi kemampuan dasar manusia yang harus dimiliki untuk mampu bertahan di dunia yang kini didominasi oleh media digital. Level TANGGAP adalah jenjang ketika orang mampu merespons situasi dengan kemampuan dasar yang dimilikinya pada level TAHU. Pada jenjang level berikutnya, yaitu TANGGUH, insan yang melek digital ini mampu untuk memanfaatkan 8 kompetensi literasi media Tular Nalar guna menghadapi tantangan yang lebih besar dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat.
The Tular Nalar Show yang terselenggara pada hari Senin, 21 Desember 2020 pukul 13.00 –15.00 WIB, diselenggarakan dalam rangka menandai tuntasnya pengembangan kurikulum Tular Nalar yang telah dielaborasikan ke dalam 8 tema, dan dituangkan menjadi 8 video pembelajaran, serta talk show dan podcast bersama Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI).
Acara akan ditandai dengan Launching Kurikulum Tular Nalar oleh Dirjen APTIKA Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan, B.Sc., diikuti dengan keynote speech oleh Taufiqurrahman, S.IP, MA, Ph.D dari Tim Asistensi Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah yang selama ini mengisi Kelas Daring Tular Nalar. Tular Nalar Show selanjutnya menghadirkan bincang-bincang tentang perjalanan mengonstruksi dan mengaplikasikan kurikulum Tular Nalar bersama ketua Tim Pakar Dr. Novi Kurnia, M.Si. yang juga Ketua Prodi Magister Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Juga hadir perwakilan fasilitator training Tular Nalar, dan dosen peserta kelas daring Tular Nalar yang siap mempraktikkan Tular Nalar ke tengah mahasiswa.
Menyertai kurikulum yang tengah dimatangkan, tim Tular Nalar saat ini tengah mengembangkan platform digital yang akan menampung kurikulum dan aktivitas pembelajaran literasi media berdasarkan scenario kurikulum. Selain itu, kelas daring TULAR NALAR berupa “Program Literasi Media bagi Dosen untuk Penyemaian Perdamaian dan Pemikiran Kritis” telah dimulai sejak bulan Oktober lalu. Kelas daring ini membidik para dosen dari disiplin ilmu Komunikasi, Ilmu Kependidikan, Kesehatan Masyarakat, dan Administrasi Publik. Di akhir program, tepatnya Desember 2021, program Tular Nalar menargetkan memberikan pelatihan kepada 1.200 dosen, 5.500 guru SMA, dan menjangkau tak kurang dari 20.000 mahasiswa.(rls)