Gorontalo, mimoza.tv – Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Adhan Dambea (AD) selaku terdakwa dalam kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Gubernur Gorontalo Rusli Habibie bersama kuasa hukumnya, Suslianto, dengan tegas mengatakan, dirinya menjalani proses hukum hingga saat ini lantaran membongkar dugaan kasus korupsi di Provinsi Gorontalo. Hal itu diungkapkan AD usai menjalani sidang perdana, di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Gorontalo, Rabu (6/4/2022).
“Inti dari perkara ini, baik yang dilaporkan di Polda maupun Polres Gorontalo Kota adalah soal korupsi. Saya dianggap melakukan pencemaran nama baik, melakukan penghinaan, karena saya memgungkap dan membongkar dugaan korupsi di Pemerintah Provinsi Gorontalo. Ada dugaan Rp 53 miliar APBD yang raib dari Provinsi Gorontalo,” kata Adhan didampingi puluhan kuasa hukumnya.
Aleg DPRD provinsi Dapil Kota Gorontalo ini menjelaskan, jika saat ini dia dilapor oleh Rusli Habibie, tetapi hal ini justru berbeda dengan edaran dari Jaksa Agung, keputusan 3 menteri, ditambah dengan Surat Edaran Kabareskrim Polri Nomor 345 Tahun 2005.
“Artinya adalah, di proses dulu korupsinya baru kemudian pencemaran nama baik. Ini yang tidak terjadi. Padahal ini dengan resmi saya sudah menyurat dan sampaikan kepada kepolisian maupun kejaksaan, untuk mengingatkan aturan. Tetapi karena ini perkara pesanan, maka tidak dihargai aturan dan undang-undang itu. Apa lagi yang melapor adalah gubernur,” ujar politisi PAN ini.
Terkait dengan statemennya di media, Adhan menegaskan apa yang dia utarakan saat diwawancarai wartawan usai persidangan kasus GORR dengan terdakwa Asri Wahyuni Banteng, juga wawancara lainnya itu lantaran kapasitas sebagai Anggota DPRD Provinsi Gorontalo. Makanya sangat aneh ketika dirinya di proses hukum.
Bahkan untuk kasus yang dihadapinya saat ini, Wali Kota Gorontalo Periode 2008-2013 ini menghimbau dan mengajak Asosiasi Anggota DPRD provinsi se Indonesia, utamanya Komisi III DPR RI untuk memperhatikan dan membicarakan hal ini.
“Kalau proses yang saat ini biarlah berjalan. Tetapi jangan sampai hal ini terjadi pada anggota yang lain. Apa yang saya alami saat ini bisa saja terjadi pada Anggota DPRD yang lainnya. Dan cara-caraq seperti ini sama halnya dengan meninabobokan Anggota DPR. Dan ini merupakan penjoliman yang luar biasa,” ucap Adhan.
Pada kesempatan yang sama juga Bathin Tomayahu selaku Ketua Tim Pembela Hak Imunitas menambahkan, pada kasus ini baik saat proses penyidikan dan penyelidikan, bahkan sampai dilimpahkan di Kejaksaan, tidak pernah dimintai atau ditanyai soal Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE. Justru kata dia, hanya berkutat pada Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 207 KUHP.
Namun ketika kasus ini dilimpahkan oleh Jaksa penutut Umum, tiba-tiba ada Pasal tentang ITE. Makanya kata dia, tim belum bercerita tentang pokok perkara.
“Intinya pak Adhan Dambea ini di jalimi. Klien kami ini membongkar kasus korupsi di Gorontalo. Sementara semua perkara dugaan itu masih berproses baik di Kepolisian maupun di Kejaksaan. Soal Block Plan di Gorontalo Utara masih berproses di Bareskrim. Proyek Jalan Iluta juga masih berproses di Kejaksaan Agung. Yang 53 miliar, ada pernyataan dari Kejaksaan Tinggi Gorontalo bahwa TPPU GORR masih berjalan. Makanya di sidang tadi kami sampaikan bahwa dakwaan JPU itu masih prematur. Harusnya menunggu hasil yang sudah dilaporkan. Apakah terbukti atau tidak, barulah dakwaan terhadap beliau dapat dilaksanakan,” tutup Bathin.
Pewarta : Lukman.