Gorontalo, mimoza.tv – Dosen Hukum Pidana Dr. Apriyanto Nusa mengatakan, soal pernyataan Jupri tentang hak imunitas bukan alasan penghapusan pidana, itu sangat menyesatkan publik. Bahkan menurut Apriyanto, pernyataan tersebut tidak pantas disampaikan oleh Jupri yang mengerti dasar-dasar pidana, terlebih lagi Jupri sendiri merupakan dosen hukum pidana.
“Perlu saya sampaikan, salah satu alasan penghapusan pidana atau peniadaan pertanggungjawaban pidana adalah melaksanakan perintah Undang-undang (Pasal 50 KUHP). Dalam artian, ketika seseorang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah Undang-undang, maka perbuatannya dihilangkan sifat melawan hukumnya dan menjadi alasan pembenar,” ucap Apriyanto saat diwawancarai Jumat (22/7/2022).
Sementara untuk menyatakan pendapat dalam pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangan, kata dia hal itu merupakan hak yang melekat dalam pribadi anggota DPRD yang diatur dalam Undang-undang (Pasal 107 huruf C Undang Undang No. 23/2014).
“Jadi jelas ini merupakan pelaksanaan Undang-undang yang merupakan peniadaan pertanggungjawaban pidana. Selain itu, hak imunitas bukan saja dapat dinilai sebagai alasan penghapusan atau peniadaan pidana, bahkan ia termasuk dalam alasan hapusnya hak penuntutan,” tegasnya.
Hal ini juga kata dia, sebagaimana frasa dalam Pasal 122 ayat 2 UU Pemda yang menyebutkan bahwa “Anggota DPRD tidak dapat dituntut di muka sidang pengadilan..”
“Makna frasa ‘tidak dapat dituntut’ menunjukkan bahwa perbuatan yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangan Anggota DPRD tidak dapat diajukan penuntutannya oleh JPU ke pengadilan. Dalam teori hukum pidana, ini disebut sebagai ajaran hapusnya hak penuntutan di luar KUHP. Keterangan ini juga sudah saya sampaikan pada saat memberikan keterangan sebagai ahli pidana kemarin,” tandasnya.
Sebelumnya dalam pemberitaan di salah satu media daring, Jupri yang merupoakan salah satu Dosen hukum pidana Universitas Ichsan Gorontalo mengatakan bahwa, delik atau tindak pidana bukanlah kajian Hukum Tata Negara. Suatu peristiwa akan dikatakan peristiwa pidana, jikalau memenuhi unsur mens rea dan actus reus. Atau dengan kata lain, antara kacamata hukum pidana dengan hukum tata negara sangatlah berbeda.
Pernyataan itu ia sampaikan, menanggapi adanya pemeriksaan Agus Riwanto sekalu Ahli Hukum Tata Negara, dalam sidang perkara pencemaran nama baik antara Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Adhan Dambea, dan mantan Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie.
Pewarta : Lukman.