Gorontalo, mimoza.tv – Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi program kredit Briguna, Kantor BRI Unit Aloei Saboe, kota Gorontalo Kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Hubungan Industrial Gorontalo, Rabu (8/3/2023).
Dalam persidangan itu, sebanyak 5 terdakwa masing-masing; HM, AG, AD, NAR, dan EL dihadirkan untuk saling memberikan kesaksian terkait dengan kasus itu.
Dalam sidang kali itu, ke lima terdakwa dicerca dengan sejumlah pertanyaan oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Dwi Hatmojo SH. MH bersama dua hakim anggota masing-masing Effendi Kadengkang dan Dudi Muklis Sabigin, serta dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun dari kuasa hukum ke lima terdakwa.
Pada kesempatan itu Majelis Hakim menanyakan soal pemalsuan sejumlah dokumen, proses pencairan, serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan perkara tersebut. Bahkan Ketua Majelis Hakim, Dwi Hatmodjo pun turut melontarkan pertanyaan kepada para terdakwa.
“Apakah saudara-saudar sadar bahwa apa yang dilakukan itu bisa berdampak hukum dan bisa merugikan bagi saudara-saudara semuanya,” tanya Dwi Hatmojo yang di jawab dengan kalimat ‘tidak tau’ oleh para terdakwa.
Sementara itu Muhammad Ronald Taliki selaku kuasa hukum HM mengatakan, persidangan kali ini ternyata dalam fakta persidangan terhadap pemalsuan dokumen itu memang ada keterlibatan dari pegawai atau ASN di Bone Bolango. Semua data-data sehingga dokumen itu dapat di palsukan, itu ada permainan antara pemalsu dengan para pegawai tersebut.
“Fakta persidangan tadi, jadi ada arahan,dari salah satu terdakwa bahawa dia diminta oleh salah satu pegawai. Pengakuan saksi juga, dia di iming-iming menjadi calon PNS. Sementara untuk klien saya itu ternyata tidak ada keterlibatannya dalam pemalsuan itu,” ujar Ronald.
Ia menegaskan, dalam hal tanda tangan, kebijakan maupun pemalsuan itu sendiri tidak ada kaitannya dengan kliennya.
“Klien saya ini menerima dokumen dari para mantri yang merasa sudah yakin karena melakukan verifikasi. Sehingga kewenangan atau jabatan yang dimiliki oleh klien saya tidak ada yang disalahgunakan baik yang disengaja maupun tidak,” imbuhnya.
Demikian juga kata Ronald, terkait dengan kewenangan untuk memutuskan pencairan kredit. Karena nilainya diatas dari Rp. 100 juta, kata dia itu merupakan kewenangan dari Asisten Manajer Bisnis Mikro (AMBM) yang kapasitasnya diatas dari kliennya selaku Kepala Unit BRI.
“Mereka (baca; AMBM) ini yang memutuskan berdasarkan dokumen-dokumen yang di periksa oleh para mantri. Klilen saya selaku Kepala Unit hanya punya kewenangan untuk memutuskan jika angkanya di bawah Rp. 100 juta. Karena ini angkanya di atas Rp. 100 juta, maka sebagaimana aturan, hal itu dilimpahkan ke AMBM,” tandasnya.
Sidang kasus dugaan korupsi pada program kredit Briguna ini rencananya akan dilanjutkan pada Kamis (9/3), dengan agenda pemeriksaan empat orang saksi lainnya.