Gorontalo, mimoza.tv – Puluhan jurnalis dari berbagai media di Gorontalo menggelar aksi unjuk rasa (unras) di halaman Polda Gorontalo, Selasa (24/12/2024). Aksi ini dipicu oleh insiden dugaan kekerasan yang dilakukan oleh seorang perwira menengah Polda Gorontalo dengan pangkat Kombes terhadap jurnalis saat meliput aksi demonstrasi sehari sebelumnya, Senin (23/12/2024).
Tak hanya melakukan kekerasan fisik, oknum polisi tersebut juga merusak alat perekam milik Ridha Yansa, jurnalis salah satu stasiun televisi swasta, Rajawali TV (RTV). Insiden ini menuai kecaman keras dari para wartawan yang menilai tindakan tersebut mencederai kemitraan antara media dan kepolisian.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Gorontalo, Wawan Akuba, dalam orasinya menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Polda Gorontalo. Salah satunya adalah meminta Kapolda untuk memberikan sanksi tegas, termasuk mencopot oknum perwira menengah yang terlibat.
“Aksi kekerasan ini mencoreng hubungan baik yang selama ini telah dibangun antara jurnalis dan kepolisian,” tegas Wawan.
Tuntutan lain yang disampaikan dalam aksi tersebut meliputi: Kapolri dan Kapolda Gorontalo diminta memproses hukum oknum polisi yang menghalang-halangi kerja jurnalistik. Oknum perwira harus meminta maaf secara terbuka kepada jurnalis, terutama kepada korban. Polda Gorontalo harus mengganti alat kerja jurnalis yang dirusak. Evaluasi menyeluruh terhadap prosedur pengamanan aksi unjuk rasa oleh kepolisian.
Kecaman senada juga disampaikan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pusat dengan tegas menyampaikan bahwa tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh Karo Ops Polda Gorontalo, Kombes Pol. Tony E.P. Sinambela, terhadap jurnalis Rajawali Televisi (RTV), Ridha Yansa, adalah mengancam kebebasan pers. Tindakan ini jelas bertentangan dengan konstitusi dan melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kemerdekaan pers di Indonesia.
Selain itu, IJTI mengingatkan seluruh jurnalis untuk menjalankan tugas secara profesional, berpegang pada prinsip-prinsip kode etik jurnalistik, dan selalu menghormati aturan yang berlaku. Profesionalisme jurnalis adalah bagian penting dalam menjaga kredibilitas dan integritas pers di mata publik.
IJTI Pusat menegaskan bahwa kemerdekaan pers merupakan elemen vital demokrasi yang tidak boleh diintervensi atau diintimidasi oleh pihak mana pun, termasuk aparat negara. Juga mengajak seluruh insan pers untuk bersolidaritas dalam menghadapi ancaman terhadap kebebasan pers.
Menanggapi tuntutan tersebut, Kapolda Gorontalo, Pudji Prasetijanto Hadi, menyampaikan permohonan maaf kepada para jurnalis. Ia mengaku bertanggung jawab penuh atas insiden ini dan berjanji untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
“Sebagai pimpinan, saya yang harus disalahkan. Saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada rekan-rekan media atas kejadian kemarin,” ujar Kapolda.
Meskipun menghargai permintaan maaf Kapolda, para jurnalis menilai hal itu belum cukup memenuhi tuntutan mereka. Mereka mendesak agar tindakan nyata segera diambil terhadap oknum yang terlibat, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Baik Wawan, Akngky, Sari, serta orator lainnya dalam aksi demo itu menilai, insiden kekerasan ini menjadi peringatan serius tentang pentingnya melindungi kebebasan pers dan menjaga kemitraan antara media dan aparat penegak hukum. Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa kekerasan terhadap jurnalis tidak boleh dibiarkan dan harus ditindak tegas demi menjaga demokrasi dan transparansi publik.
Penulis : Lukman.
Discussion about this post