Dalam dunia pertanian, ada satu hukum alam yang tak pernah bisa ditawar: benih yang ditanam hari ini, belum tentu panen esok pagi. Ia butuh tanah yang gembur, air yang cukup, sinar yang konsisten, dan waktu yang sabar. Begitu pula pembangunan.
Beberapa hari terakhir, publik Gorontalo disuguhkan kabar membanggakan: daerah ini disebut masuk dalam 10 besar realisasi pendapatan tertinggi di Indonesia. Sebuah angka yang, jika dilihat sekilas, begitu mengesankan. Terlebih karena kabar itu datang hanya dalam hitungan kurang dari seratus hari sejak gubernur baru dilantik.
Namun di balik angka yang tampak manis, kita diajak untuk tidak tergesa menepuk genderang keberhasilan.
Sebab sebagaimana halnya ladang, angka-angka dalam ekonomi tak serta-merta muncul dari benih yang baru dilempar hari ini. Ia adalah hasil kerja panjang, sistem yang berproses, dan mesin birokrasi yang terus berjalan meski pergantian nakhoda sudah terjadi. Bahkan dalam perencanaan anggaran, apa yang terjadi di triwulan pertama kerap merupakan gema dari keputusan-keputusan tahun sebelumnya.
Kita tak hendak meragukan semangat baru yang dibawa oleh pemimpin baru. Dalam banyak hal, perubahan di pucuk kekuasaan kerap memberi napas segar bagi birokrasi dan pelayanan publik. Namun menisbatkan keberhasilan realisasi pendapatan daerah sepenuhnya pada kerja 81 hari saja, kiranya terlalu tergesa.
Perhitungan quarter-to-quarter (Q-to-Q) adalah instrumen penting dalam membaca arah ekonomi. Tapi Q-to-Q bukan panggung tepuk tangan. Ia butuh pembacaan kontekstual: apa yang mendorong pertumbuhan? Apa yang memperkuat PAD? Apakah kenaikan ini berkorelasi dengan kualitas belanja? Dan yang tak kalah penting: adakah kebijakan baru yang benar-benar telah diimplementasikan dan terbukti efektif?
Editorial ini tidak bermaksud membantah capaian yang ada. Sebaliknya, ini adalah ajakan untuk memelihara nalar kritis di tengah banjir euforia. Sebab pembangunan yang berkelanjutan bukan soal lompatan angka dalam hitungan hari, tapi tentang seberapa konsisten kita menjaga arah dalam hitungan tahun.
Gorontalo, seperti benih yang mulai tumbuh, butuh sinar dan waktu. Mari kita jaga agar tanaman itu tidak layu oleh pujian yang terlalu dini, atau tumbang karena fondasi yang belum cukup kokoh.