Gorontalo, mimoza.tv – Tim kuasa hukum Dr. H. Husen Hasni, M.Si angkat bicara terkait penetapan klien mereka sebagai tersangka dalam perkara dugaan penipuan. Mereka menilai proses hukum yang berlangsung di Polda Gorontalo penuh kejanggalan dan tidak profesional.
Kasus ini bermula pada tahun 2019 saat Husen Hasni hendak membangun Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBBE) di Desa Tapadaa, Kabupaten Boalemo, melalui perusahaannya, PT Bumi Panua. Dalam perjalanannya, proyek tersebut menjalin kerja sama dengan PT Sherpa Nadya Sejahtera yang dipimpin Dharma Yudi, sebagai vendor pembangunan.
Namun, menurut tim kuasa hukum, kerja sama itu justru berujung pada laporan pidana terhadap Husen Hasni oleh seorang rekan bisnis bernama Willy Akbar Adjami. Laporan tersebut terdaftar di Polda Gorontalo pada 11 April 2023 dengan tuduhan penipuan.
“Klien kami tidak pernah menerima langsung uang dari saudara Willy. Dana 1,4 miliar itu langsung dikirim ke rekening Dharma Yudi/PT Sherpa, bukan kepada Dr. Husen,” ungkap Ali Rajab B, SH, salah satu kuasa hukum.
Penyidik sempat menjadwalkan konfrontasi antara para pihak, namun hanya Husen Hasni yang hadir. Pihak lain seperti Willy, Dharma Yudi, dan Rama tidak memenuhi undangan tersebut.
“Kami melihat ada upaya pengaburan fakta. Klien kami sudah datang memenuhi panggilan, namun pihak pelapor dan pihak vendor yang disebut-sebut justru absen tanpa alasan jelas,” ujar Djoko Susilo, SH.
Sementara itu, hasil audit internal PT Bumi Panua menyatakan, dari total dana Rp7,6 miliar yang telah ditransfer ke PT Sherpa, hanya Rp3,9 miliar yang terpakai sesuai realisasi pekerjaan. Akibat ketidaksesuaian tersebut, pihak PT Bumi Panua memutus kontrak dan melanjutkan pembangunan dengan pihak lain.
“Kami menduga kuat bahwa uang 1,4 miliar yang dikirim oleh Willy justru untuk kepentingan bisnis pribadinya, bukan untuk PT Bumi Panua. Bahkan, Dharma Yudi sendiri pernah menyebut bahwa Willy meminta bantuannya untuk mendirikan usaha gas miliknya,” terang Nizar Hasni, SH.
Meski telah tiga kali berkas perkara dikembalikan oleh Kejati Gorontalo karena dianggap tidak cukup bukti, status tersangka Husen Hasni masih belum dicabut. Bahkan berdasarkan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum pada 30 Januari 2025, disimpulkan bahwa alat bukti yang ada tidak mampu membuktikan unsur pasal 378 KUHP tentang penipuan.
“Kami sudah mengajukan permohonan penghentian perkara sejak 16 Maret 2025. Tapi hingga hari ini belum ada respons dari Polda Gorontalo. Karena itu, kami akan melaporkan penanganan perkara ini ke Itwasda dan Propam Polda Gorontalo,” tegas Mohamad Ikbal Kadir, SH, ST, MH.
Tim hukum menilai lambannya respons penyidik sebagai bentuk ketidakprofesionalan yang mencederai proses penegakan hukum yang adil. Mereka menegaskan akan menempuh seluruh jalur hukum untuk membela klien mereka. (rls/luk)