Sebuah foto yang menampilkan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Abdul Kadir Karding sedang bermain domino bersama pengusaha Azis Wellang pada Senin (1/9/2025) memicu perhatian publik. Bukan soal dominnonya, melainkan karena Azis Wellang sejak November 2024 sudah berstatus tersangka kasus pembalakan liar oleh Direktorat Penegakan Hukum KLHK.
Sekilas, ini hanyalah aktivitas santai. Namun dalam dunia politik, simbol sering lebih berbicara daripada fakta. Duduknya pejabat negara bersama seorang tersangka kejahatan lingkungan mengirimkan pesan keliru: bahwa garis batas antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi bisa dikaburkan lewat sebuah meja permainan.
Etika Publik yang Terabaikan
Secara hukum, Azis Wellang memang masih berstatus tersangka, dan berhak atas asas praduga tak bersalah. Namun, masalah utama di sini bukan hukum, melainkan etika.
Seorang menteri dituntut tidak hanya bersih, tetapi juga terlihat bersih. Dengan duduk bersama tersangka pembalakan liar, kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah menjaga hutan otomatis tercoreng. Bagaimana rakyat bisa yakin penegakan hukum berjalan tegas, bila pelaku yang dituduh merusak hutan justru bergaul akrab dengan pejabat yang seharusnya menjadi garda depan perlindungan lingkungan?
Domino Kekuasaan
Domino hanyalah permainan. Tetapi dalam konteks ini, ia menjadi metafora pahit. Sebagaimana dalam permainan kartu, di meja kekuasaan ada strategi, ada kompromi, ada “giliran kartu” yang jatuh pada waktu yang tepat.
Sayangnya, publik bukan pemain dalam permainan ini. Publik hanya penonton yang harus menelan pahit: hutan mereka ditebang, udara mereka tercemar, sementara para elite bisa duduk santai bersama tersangka seolah tiada beban.
Pesan Buruk untuk Lingkungan
Indonesia sedang berada di persimpangan krisis iklim, deforestasi, dan konflik agraria. Komitmen melawan pembalakan liar adalah salah satu ujian terpenting pemerintah.
Namun, peristiwa ini justru mengirim sinyal sebaliknya: bahwa hukum bisa dinegosiasikan lewat kedekatan. Bahwa tersangka masih bisa mendapat akses sosial bahkan politik. Bahwa hutan yang seharusnya dijaga, bisa dianggap sekadar papan permainan.
Amanah dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, kekuasaan adalah amanah besar. Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ayat Al-Qur’an pun memperingatkan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58).
Pertemuan ini, meski tampak sepele, menyingkap persoalan besar: apakah para pemimpin kita masih memahami beratnya amanah? Ataukah mereka sudah terjebak dalam permainan kekuasaan yang menihilkan etika dan moral?
Penutup
Peristiwa ini bukan soal domino. Bukan pula soal asas praduga tak bersalah. Ini soal etika, soal integritas, soal amanah yang dititipkan rakyat.
Ketika pejabat publik dengan enteng duduk bersama tersangka kejahatan lingkungan, maka yang dimainkan bukan hanya kepingan domino—tetapi juga akal sehat publik dan masa depan hutan kita.
Jika pejabat tidak segera memberi klarifikasi dan menegaskan posisinya, maka permainan ini hanya akan berakhir dengan satu hal: runtuhnya kepercayaan rakyat pada komitmen negara menjaga lingkungan dan menegakkan hukum. (red)