Gorontalo, mimoza.tv – Laju pertumbuhan ekonomi Gorontalo pada November 2025 menunjukkan dinamika yang saling tarik-menarik. Di satu sisi, tekanan inflasi tetap terkendali pada level 0,24 persen (month-to-month), namun di sisi lain, Nilai Tukar Petani (NTP) justru mengalami penurunan cukup terasa.
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Gorontalo, NTP bulan November 2025 tercatat sebesar 114,48, atau turun 1,34 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh melemahnya indeks harga pada tingkat petani.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS Provinsi Gorontalo, Dwi Alwi, menjelaskan bahwa koreksi tersebut bukan sekadar angka statistik, melainkan cerminan tekanan ekonomi yang dirasakan pelaku sektor pertanian.
“Penurunan NTP terjadi karena indeks yang diterima petani turun 1,33 persen, sementara indeks yang dibayar petani hanya naik tipis 0,01 persen,” ujarnya.
Gorontalo Turun, Daerah Lain Melonjak
Jika dibandingkan dengan 14 provinsi di kawasan timur Indonesia, posisi Gorontalo tidak sendirian. Sebanyak lima provinsi tercatat mengalami kenaikan NTP, dengan Papua Selatan mencatat kenaikan tertinggi, yakni 0,85 persen.
Sebaliknya, penurunan terdalam terjadi di Papua Barat Daya, yang anjlok hingga 3,12 persen.
Menurut Dwi Alwi, kondisi ini menggambarkan variasi tekanan ekonomi yang tidak seragam di wilayah timur Indonesia.
“Setiap daerah menghadapi tantangan berbeda. Ada yang terbantu oleh kenaikan harga komoditas unggulan, ada juga yang tertekan oleh turunnya nilai jual hasil produksi,” katanya.
Inflasi Masih Terkendali, Belanja Rumah Tangga Meningkat
Di tengah penurunan NTP, indikator konsumsi rumah tangga justru bergerak naik. Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) Gorontalo meningkat 0,30 persen pada November 2025.
Kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan tertinggi adalah perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang tumbuh 0,48 persen. Peningkatan ini memberi sinyal bahwa aktivitas konsumsi masyarakat, terutama untuk kebutuhan perawatan diri dan jasa pendukung, tetap terjaga meski tekanan ekonomi di sektor hulu meningkat.
Dwi Alwi menilai fenomena ini menarik.
“Kenaikan IKRT menunjukkan daya beli masyarakat masih bertahan. Ada pergeseran belanja ke sektor-sektor tertentu, terutama yang sifatnya kebutuhan harian dan layanan personal,” jelasnya.
Ikan dan Sayuran Penggerak Inflasi
Pada sisi inflasi, sejumlah komoditas laut menjadi pendorong utama kenaikan harga—mulai dari ikan tude, ikan benggol, ikan cakalang hingga tuna dan teri. Kenaikan harga kelompok ikan-ikan ini memberi andil terbesar pada inflasi bulan ke bulan.
Namun di saat bersamaan, komoditas pangan lain justru mengalami deflasi. Cabai rawit, beras, kangkung, hingga bawang merah tercatat mengalami penurunan harga sehingga menahan laju inflasi lebih tinggi.
Gambaran Ekonomi yang Perlu Diwaspadai
Kombinasi antara inflasi rendah, IKRT yang meningkat, namun NTP yang menurun memperlihatkan adanya ketimpangan antara daya beli masyarakat umum dan kesejahteraan petani. Kondisi ini perlu menjadi perhatian pemangku kebijakan daerah.
Sebagai pengingat, Dwi Alwi menegaskan pentingnya stabilitas harga dan dukungan terhadap petani.
“Ketika NTP turun, itu artinya posisi tawar petani ikut melemah. Ini harus menjadi alarm bagi kita semua,” tuturnya.
Dengan tekanan ekonomi yang belum sepenuhnya mereda, November 2025 menjadi potret bahwa pertumbuhan ekonomi Gorontalo masih bergerak, namun memerlukan pengawalan ketat—khususnya agar kesejahteraan petani tidak tertinggal dalam dinamika harga dan konsumsi masyarakat.
Penulis: Lukman.



