Kota Gorontalo, mimoza.tv – Komisi Pemilihan Umum Kota Gorontalo menjalani sidang perdana dugaan pelanggaran kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang dilaporkan oleh Panwaslu Kota Gorontalo yang menindak lanjuti laporan masyarakat.
Bertempat di Ruang Sidang kantor Bawaslu Provinsi Gorontalo, Selasa (27/3/2018) pagi, Komisi Pemilihan Umum Kota Gorontalo menjalani sidang perdana oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dengan nomor 50/DKPP-PKE-VII/2018, terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh komisioner KPU Kota yang dilaporkan masyarakat ke Panwaslu Kota beberapa waktu lalu.
Saat ditemui usai sidang, Ketua Panwaslu Kota Gorontalo John Henri Purba mengatakan, sidang yang dilaksanakan hari ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat, yang sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan terhadap kelima komisoner KPU Kota dan satu orang staf.
“Sebelumnya pada tanggal 6 Februari 2018, kami sudah melakukan klarifikasi kepada kelima komisioner KPU Kota dan satu orang staf atas nama Slamet Ramelan, terkait pemasukan dokumen atau berkas yang tidak sesuai,” kata John.
Menurutnya, dokumen yang dimasukan oleh calon wali kota Ryan Kono dianggap tidak sesuai dengan PKPU nomor 3 tahun 2017 pasal 51. “Jadi dokumen yang dimasukan ini dianggap tidak sesuai dengan PKPU nomor 3 tahun 2017 pasal 51, bukan tidak sah ya, itu dibedakan. Juga terkait dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan dalam PKPU nomor 1 tahun 2017 yang diperbaharui dengan PKPU nomor 2 tahun 2018,” lanjutnya.
John Henri menambahkan, dalam persidangan terungkap bahwa dari hasil klarifikasi dengan 5 komisoner KPU Kota dan satu orang staf tersebut, bahwa ada dokumen yang dimasukan diluar waktu yang telah ditetapkan. “Dan dokumen tersebut dibawah penguasaan Ketua KPU Kota Gorontalo, tanpa ditindak lanjuti dengan mekanisme tata kerja organisasi yang ada di KPU Kota Gorontalo,” ungkapnya.
Berdasarkan temuan tersebut, munculah dua rekomendasi dari Panwaslu Kota Gorontalo. Pertama terkait dengan dugaan pelanggaran administrasi pemilihan, dan yang kedua adalah terkait pelanggaran kode etik. “Jadi asal muasalnya kenapa kita menjadi pengadu dalam kasus ini, karena berdasarkan rekomendasi yang berasal dari hasil kajian kita pada saat melakukan penanganan pelanggaran,” tutupnya. (idj)