Gorontalo, mimoza.tv – Seperti biasa, setiap hari saya mengendarai sepeda motor melintasi jalan Noho Huji, Kecamatan Tilongkabila, menuju tempat kerja di Kota Gorontalo. Baru beberapa saat berkendara, mata saya dikejutkan dengan tumpukan sampah botol plastik kemasan air mineral di sungai kecil, yang tersumbat di sebuah jembatan.
Pemandangan tumpukan sampah plastik itu menjadi alamat buruk, betapa masyarakat masih banyak yang tidak tau tentang bahaya plastik.
Dikutib dari berbagai sumber, plastik adalah istilah umum yang dipakai untuk Polimer, material yang terdiri dari rantai panjang karbon dan elemen-elemen lainnya yang mudah dibuat menjadi barbagai macam bentuk dan ukuran. Plastik juga mengandung zat nonplastik yang disebut Zat adiktif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat plastik itu sendiri.
Berdasarkan Pusat Penelitian Kimia (LIPI), setiap hari orang ketergantungan terhadap plastic semakin tinggi, namun bahaya yang ditimbulkannya kurang disadari oleh masyarakat.
Dugaan selama ini terhadap bahaya mikroplastik telah diperkuat dengan sebuah penelitian yang dipresentasikan dalam pertemuan United European Gastroenterology, yang ada diadakan di Vienna pada Senin (22/10/2018) lalu.
Ini adalah sebuah studi percontohan yang mengamati sampel tinja dari peserta uji internasional dari delapan negara yakni Austria, Italia, Finlandia, Jepang, Belanda, Polandia, Rusia dan Inggris.
Hasilnya sungguh mengejutkan dan membuat kita mesti khawatir. Dalam semua sampel yang diteliti terdapat partikel dan serat plastik pada tinja peserta.
Para peneliti telah melacak keberadaan mikroplastik dari berbagai bahan makanan seperti garam meja, air minum hingga ke menu seafood.
Selama seminggu peserta yang diteliti diamati tinja mereka dan dibandingkan dengan makanan yang mereka konsumsi. Dua dari delapan peserta mengunyah permen karet setiap hari. Enam dari peserta makan pangan dari laut.
Catatan peneliti menyebutkan bahwa sepanjang seminggu peserta diamati, mereka semua mengonsumsi makanan yang telah dibungkus plastik. Rata-rata, peserta juga minum sekitar 25 ons air setiap hari dari botol yang terbuat dari polyethylene terephthalate (PET).
Pemimpin penelitian itu, Philipp Schwable menyebutkan bahwa plastik meresap dalam kehidupan sehari-hari dan manusia terpapar plastik dalam berbagai cara.
Para peneliti mengindentifikasi adanya plastik dengan metode yang disebut Fourier-transform infrared microspectroscopy.
Metode tersebut menunjukkan bahwa dalam tinja para peserta telah ditemukan polietilena (bahan kantong plastik), polypropylene (bahan tutup botol), hingga polivinil klorida (PVC).
Bahkan, dari sepuluh jenis plastik yang dicari peneliti, sembilan diantaranya terdapat dalam tinja para peserta. Rata-rata, para peneliti menemukan 20 partikel mikroplastik per 100 gram kotoran.
Menurut National Geographic, ukuran partikel plastik yang ditemukan dalam tinja tersebut bervariasi, mulai dari 50 hingga 500 mikrometer. Sebagai perbandingan, rambut manusia setebal 100 mikrometer.
“Penelitian ini menegaskan apa yang telah lama kita duga, bahwa plastik pada akhirnya mencapai usus manusia,” ujar Schwable.
Dengan temuan ini Schwable bisa mendorong penelitian lain terkait efek mikroplastik terhadap kesehatan manusia.
“Sekarang kita memiliki bukti pertama untuk mikroplastik di dalam tubuh manusia, kita perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami apa artinya bagi kesehatan manusia,” kata ahli sistem pencernaan manusia (gastroenterologist) Medical University of Vienna itu.
Dalam suatu kesempatan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, berdasarkan penelitian yang mungkin tidak banyak yang mengetahui, sampah plastik yang dibuang sembarangan, terutama ke perairan sungai, selokan atau laut, lambat laun bisa hancur menjadi kecil-kecil karena proses fisik.
“Plastik sangat sulit terurai, jadi meskipun ukurannya sangat kecil, plastik tetap tidak bisa terurai. Hewan-hewan renik, plankton, yang hidup diperairan tanpa sengaja memakan sampah plastik mikro ini,” kata Luhut.
Lanjut mantan Menkopolhukan ini, lebih parahnya plankton pun tidak bisa mencerna plastik mikro yang mereka makan. Plastik ini akan menumpuk di tubuh plankton.
“Yang membuat lebih celaka adalah plankton ini merupakan makanan bagi ikan-ikan dan hewan laut lainnya. Plastik-plastik mikro ini akan juga terkumulasi di dalam tubuh ikan. Ikan juga tidak bisa mencerna plastik-plastik ini meski berukuran mikro,” jelas Luhut.
Dirinya menjelaskan juga, ikan yang memakan mikroplastik tersebut pada akhirnya akan terhidang di atas meja makan.
“Mungkin secara tidak sadar kita ikut makan sampah plastik-plastik mikro ini. Plastik-plastik juga bisa terakumulasi di dalam tubuh kita. Dalam jangka panjang, bukan tidak mungkin plaastik-plastik mikro ini bisa menimbulkan masalah bagi kesehatan manusia.” Pungkasnya.
Beberapa bagian artikel ini sudah tayang di https://zonautara.com/