Gorontalo, mimoza.tv – Di Indonesia, selain kasus balita yang mengalami gizi buruk atau stunting, ada juga yang mengalami kasus stuned atau balita pendek dan sangat pendek. Dua kasus itu sebenarnya sama-sama menghasilkan tubuh yang tidak terlalu tinggi. Namun stunting dan stunted secara kesehatan berbeda dan memiliki penanganan yang tidak sama.
Dalam kasus stunting, berdasarkan data Studi Status Gizi Nasional (SSGI) 2022, Kabupaten Bone Bolango mengalami penurunan dari 25,1 persen turun menjadi 22,3 persen dibawah rata-rata provinsi yang berada pada angka 23 persen. Data ini menempatkan Bone Bolango berada diposisi ketiga kasus stunting se Provinsi Gorontalo dari 6 kabupaten/kota. Padahal pada tahun sebelumnya posisi Bone Bolango merupakan Kabupaten terendah angka stuntingnya di Provinsi Gorontalo.
Tapi, masih tingginya angka penderita gizi buruk ini bahkan membuat ragu Wakil Bupati Bone Bolango, Merlan S. Uloli. Orang nomor dua di daerah itu mempertanyakan soal data kasus stunting, hingga meminta data kasus stuning itu harus jelas dan tidak hanya diatas kertas.
Tak hanya cek ricek soal data di lapangan, Ketua Percepatan Penurunan stunting di Bone Bolango itu melakukan berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kasus stunting. Mulai dari pertemuan, rembuk hingga pembagian bantuan beras fortivit. Namun pertemuan dan rembuk stunting dinilai tidak efisien sehingga diperlukan aksi nyata dilapangan.
“Ini butuh action dilapangan. Selama saya tidak lihat langsung, hati saya ragu jangan sampai data ini hanya diatas kertas,” tegas Merlan.
Instruksi Merlan pada akhir Februari 2023 itu rupanya disambut dengan gerak cepat (gercep) oleh seluruh Posyandu dan didukung oleh Puskesmas Puskesmas se Bone Bolango, yang melaksanakan gelar ukur bagi seluruh balita.
Bahkan kata Meyrin Kadir, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bone Bolango, aksi gercep itu merupakan kesepakatan setelah melaksanakan FGD bersama para kepala Puskesmas, seluruh pengelola program gizi/ePPGBM Puskesmas, Ketua OP Persagi, IBI dan PPNI, pasca melakukan pertemuan dengan merlan Uloli.
Secara Keroyokan Desa Bongoime Perang Melawan Stunting Dan Stunted.
Lalu bagaimana dengan penanganan stunting dan stunted di Desa Bongoime. Salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Tilongkabila, Bone Bolango ini juga tak tinggal diam dalam menekan penderita angka gizi buruk. Menurut Kepala Desa Bongoime, Simson Panigoro, upaya itu dilakukan mulai dari hulu ke hilir secara keroyokan melibatkan lintas instansi. Kata Simson, jumlah balita penderita stunting yang tadinya berjumlah 67, saat ini tinggal 19.
“Di pemerintahan desa, kami punya berbagai program dalam rangka penurunan stunting dan stuned. Selain itu, di desa juga kami punya kader kesehatan, yang selama ini menjadi ujung tombak dalam menurunkan penderita stunting dan stuned,” kata Simson, diwawancarai Selasa (26/9/2023).
Batu Sandungan
Perang memberantas penderita stunting dan stunted di Desa Bongoime itu diakui Simson tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kendalannya adalah tingkat partisipasi masyarakat yang sangat rendah.
Kata Simson, diantara masyarakat, baik ibu hamil maupun yang punya balita itu menganggap bahwa datang ke Posyandu itu hanya untuk timbang badan saja. Padahal ke Posyandu itu selain mendapat layanan kesehatan, juga edukasi tentang stunting dan stunted. Batu sandungan lainnya kata Simson, masih ada kebiasaan masyarakat yang buang air sembarangan (BABS).
“Dulu itu masih ada WC terbang dan WC kucing. Kalau WC terbang itu BAB-nya di kantong plastik dan di buang sembarangan, bisa di sungai, kebun, dan tempat lainnya. Kalau WC kucing, mereka menggali tanah lalu BAB disitu. Kita fasilitasi dengan membangun jamban, tetapi ada juga yang tidak biasa menggunakan jamban, dan akhirnya kembali ke kebiasaan BABS” ujarnya.
Mengubah kebiasaan itu menurut Simson tidak mudan dan gampang.
“Mengubah ini tidak seperti efek makan cabai, begitu kita kunyah terasa pedasnya. Tetapi harus terus menerus di edukasi. Secara keroyokan, kader-kader kita bersama Puskesmas dan bahkan kepolisian terus memberikan edukasi. Alhamdulillah kebiasaan itu perlahan mulai ditinggalkan. Wal hasil, kebiasaan buruk itu mulai ditinggalkan, dan sudah membiasakan diri BAB di jamban. Imbas dari itu lingkungan sehat, hidup sehat, dan Alhamdulillah angka penderita stunting di desa kita sudah turun,” kata Simson.
Setali tiga uang dengan Simson, Kepala Puskesmas Tilongkabila, Vivi Yusuf, S. Kep. NS, mengatakan, sebenarnya tingkat partisipasi atau kunjungan orang tua bersama balita ke Posyandu itu rendah. Namun setelah adanya inovasi baik dari Puskesmas dan pihak Pemerintah Desa, kini tingkat kunjungan ibu dan anak itu semakin baik.
“Inovasi itu adalah mendekorasi Posyandu itu mirip dengan perayaan pesta ulang tahun anak-anak. Ada hiasan pita, balon, bunga dan sebagainya. Kita ciptakan suasana agar anak- anak ini lagi bergembira layaknya seperti di pesta itu. Kalau di Ultah itu biasanya ada makanan-makanan ringan atau snack, maka di kita itu namanya snack sehat yang kita kemas se unik mungkin,” ucap Vivi.
Dengan inovasi seperti itu, kata Vivi, sebagai bentuk agar ibu dan balita rajin ke Posyandu setiap bulannya. Sementara untuk yang punya masalah gangguan gizi buruk, gizi kurang, itu lebih spesifik atau lebih lengkap lagi pemberian nutrisinya.
Upaya intervensi itu kata Vivi membuahkan hasil. Data tahun 2022, dari 54 balita yang menderita stunted, setelah diintervensi angka itu turun menjadi 36. Dari Januari hingga Agustus 2023 ini, dari 14 balita kasus stunted, 3 kasus diantaranya dinyatakan sembuh atau normal lagi. Demikian juga halnya dengan stunting.
Kampanye Stop BAB Sembarangan.
Yang di atas itu baru dari sisi medis. Dari sisi lingkungan juga saat ini pihaknya terus mengedukasi masyarakat dalam hal kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS).
Vivi mengatakan, saat ini pihaknya telah melakukan kegiatan verifikasi Open Defecation Free (ODF). Verifikasi itu dilakukan di 4 dusun Desa Bongoime dengan dengan masing-masing kelompok turun disetiap dusun. Verifikasi Desa Stop Buang Air Besar Sembarangan adalah proses memastikan status Open Defecation Free (ODF) suatu komunitas masyarakat yang menyatakan bahwa secara kolektif mereka telah bebas dari perilaku BABS.
“Perilaku BABS ini termasuk salah satu contoh perilaku yang tidak sehat. Suatu tindakan membuang kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak – semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air,” ujarnya.
Sambung Vivi, Stop Buang Air Besar Sembarangan (STOP BABS) akan memberikan manfaat dalam hal menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau. Tidak mencemari sumber air yang dapat dijadikan sebagai air baku air minum atau air untuk kegiatan sehari-hari lainya seperti mandi, cuci, dan sebagainya.
Cegah Stunting dan stuned Dari Masa Remaja.
Upaya penanganan stunting sendiri harus dilakukan dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Di bagian hulu, strategi itu dimulai dari masa remaja atau pra nikah.
Ia mengakatan, saat ini Puskesmas Tilongkabila tengah menggenjot Posyandu Remaja. Ketika Posyandu Remaja itu digelar, pihaknya memberikan beberapa obat kepada kalangan remaja, seperti tablet penambah darah, termasuk juga pemberian edukasi.
Vivi mengaku, sekitar dua tahun sebelumnya upaya intervensi stunting dan stunted di masa pra nikah ini tidak mudah.Tingkat partisipasi dari remaja itu sendiri yang selama ini menjadi batu sandungan. Ditambah lagi dengan angka pernikahan dini di Tilongkabila yang cukup tinggi.
Ia mengatakan, rata-rata ibu hamil itu ada gangguan gizi. Maksud dia, gizi yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan masa remaja, harus berbagi atau dipakai juga untuk bayi yang di kandungnya. Akibatnya kekurangan energy kronis atau KEK.
“Kalau sudah KEK maka dampaknya pasti ke janin yang di kandung ibu muda ini. Namanya juga remaja. Bahkan ada kasus dimana tidak ada perhatian dari suami. Ini efeknya ke ibu muda. Ia gampang stress, dan ujung-ujungnya mengakibatkan gangguan kesehatan ibu dan bayi. Tapi ketika lahir dan temukan gejala stunting atau stunted, langsung kita intervensi bayinya,” ujarnya.
“Bahkan, kalau dia (baca : remaja) itu dalam keadaan hamil diluar nikah tetap kita layani. Atau datang sejak awal, itu bagus. Yang kita kejar ini adalah seribu hari kehidupan pertama. Kita maksimalkan gizinya, ada pemberian makanan tambahan atau PMT, pemberian tablet tambah darah selama kehamilan untuk mencegah anemia,” imbuhnya.
Tak pupus akal, cara lainnya terus dilakukan Puskesmas Tilongkabila. Berkat kolaborasi dengan pihak desa, kepolisian, KUA, BKKBN termasuk sekolah. Upaya itu cukup menggembirakan. Dengan kader kesehatan yang ada di pemerintah desa pihaknya terjun langsung ke lapangan, juga mendapat pendampingan dari kepolisian.
“Kehadiran polisi disini bukan untuk menakut-nakuti. Tetapi hanya sebatas pendampingan saja,” katanya.
Sekolah Sebagai Sasaran Edukasi Cegah stunting Dan Stunted.
Perang melawan stunting dan stunted di tingkat remaja juga kata Vivi dilakukan di lingkungan sekolah. Berkolaborasi dengan BKKBN dan lintas sektor lainnya, kegiatan edukasi tersebut rutin dilaksanakan.
“Di wilayah kerja kita ini ada SMP, jadi kita sering memberikan edukasi dan bimbingan kepada para murid,” ujarnya.
Kepala Sekolah SMP I Tilongkabila, Djamilah Ahmad, mengatakan, kolaboransi antara pihaknya dengan Puskesmas Tilongkabila maupun dengan lintas sektor lainnya selama ini berjalan dengan baik. Diantaranya adalah edukasi dalam hal mencegah pernikahan dini, dan pemberian tablet penambah darah kepada sekitar 500 murid di sekolah yang dipimpinyanya itu.
“Jadi selain pemberian tablet tambah darah, mereka juga mendapatkan edukasi dari Puskesmas dan BKKBN,” ucap Djamilah.
Selain itu, sekolah yang ia pimpin itu ada Program Generasi Berencana atau Genre, yang dilaksanakan oleh pihak BKKBN kerja sama dengan Puskesmas. Dari program tersebut nantinya ada beberapa murid akan jadi Duta Genre.
“Puluhan murid saya yang jadi Duta Gendre inilah yang akan jadi kader atau garda terdepan dalam mensosialisasikan program dari BKKBN dan Puskesmas. Ketika ada kegiatan OSIS, mereka yang akan memberikan info seputar stunting dan stunted ini kepada teman-temannya,” tutup Djamilah.
Penulis : Lukman.