Gorontalo, mimoza.tv – Dugaan korupsi yang menyeret sejumlah oknum di Balai Wilayah Sungai (BWS Sulawesi II, mencuat setelah puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi dewan Perlawanan Rakyat (DPR) menggelar unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo pada Jumat (8-8-2024).
Dalam aksi itu massa meminta agar aparat di kejaksaan segera mengusut berbagai dugaan penyimpangan terhadap sejumlah proyek infrastruktur yang dikelola oleh BWS Sulawesi II, yang dinilai telah merugikan.
Salah satu polemik itu adalah pembangunan Bendungan Bulango Ulu yang dinilai oleh Aliansi DPR sangat lamban. Bendungan yang mulai di bangun tahun 2019 hingga kunjungan Presiden RI, Joko Widodo pada bulan April lalu baru mencapai 48,4 persen.
“Ada keterlambatan pembangunan bendungan Bulango Ulu, dari yang rencana tiga tahun tapi sampai sekarang tidak selesai. Ada apa ini? Jangan sampai ini dimanfaatkan oleh oknum pejabat untuk meraup keuntungan pribadi,” ucap Muhammad Lutfi, selaku koordinator aksi.
Selain masalah keterlambatan proyek, pihaknya juga menduga ada aktivitas galian C secara ilegal di bendungan yang masuk dalam Proyek strategis Nasional (PSN) tersebut.
“Kami menduga ada galian C ilegal di bendungan tersebut, yang kemudian itu merugikan masyarakat. Warga disana hanya dibayar gaji bulanan. Harusnya mereka bayar ke masyarakat, karena itu tanah masyarakat,” tegasnya.
Kata Lutfi, BWS melakukan penggalian dengan alasan adalah untuk penataan. Tapi menurut Aliansi DPR, penataan itu di luar dari lokasi pen-lock yang ditetapkan. Tak hanya soal galian C, aliansi juga membeberkan soal dugaan penggunaan mobil ber plat merah di lokasi proyek. Menurut Dia, hal ini sangat melanggar aturan yang ada.
Lain polemik di Bendungan Bulango Ulu, lain pula persoalan proyek BWS di Danau Limboto. Lutfi mengaku bahwa pihaknya telah melakukan pengamatan bahwa dua pintu air yang ada di Kanal Tapodu yang seharusnya untuk menampung air di Danau Limboto itu tidak berfungsi.
“Ketika itu dinaikkan, maka pintu air itu bisa roboh. Kami menduga bangunan itu gagal konstruksi. Demikian juga dengan proyek revitalisasi Danau Limboto. Puluhan bahkan ratusan miliar yang katanya ada kapal keruk tapi sampai sekarang tidak ada kapal keruk itu,” ungkapnya.
Sambung Lutfi, polemik yang tak kalah serunya juga adalah pintu air di bendungan kanal Tamalate yang dinilai tidak ada pemeliharaan. Menurut Aliansi DPR, hal itulah salah satu yang menyebabkan banjir di Kota Gorontalo.
“Pintu air di Kanal Tamalate itu salah satu yang bikin banjir. Setiap tahunnya ada triliunan uang dikucurkan oleh negara untuk memberi manfaat bagi rakyat Gorontalo. Tapi kami menduga banyak dikorupsi. Pertanyaannya, dikemenakan dana untuk pemeliharaan pintu air Kanal Tamalate itu? Olehnya kami datang untuk menyerahkan berkas-berkas dan bukti dugaan pelanggaran yang telah dilakukan oleh oknum-oknum di BWS Sulawesi II,” tegas Lutfi.
Selain mendapat pengawalan dari aparat kepolisian, unjuk rasa itu juga diterima oleh Kasi Penkum Kejati Gorontalo, Dadang Djafar. Menanggapi aksi massa itu, Dadang menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut.
Penulis : Lukman.