Gorontalo, mimoza.tv – Belakangan ini definisi ‘New Normal’ menjadi bahan perbincangan warga di berbagai sosial media. Bahkan konsep yang di gagas pemerintah sebagai upaya untuk mempercepat penanganan Covid-19 dalam aspek sosial ini telah diumumkan rencana implementasi dan skenarionya dengan mempertimbangkan studi epidemilogis dan kesiapan regional.
Bahkan untuk menyiapkan kedisplinan masyarakat menyongsong tatanan hidup baru selama pandemik Covid-19 ini, pemerintah mengerahkan aparat TNI dan Polri di empat provinsi. Gorontalo termasuk satu dari empat provinsi tersebut.
Sosiolog Universitas Negeri Gorontalo yang kini aktif di Covid-19 Crisis Center UNG, Funco Tanipu dalam penjelasannya kepada media ini mengungkapkan, New Normal itu adalah skema kebijakan membuka kembali aktivitas ekonomi, sosial dan kegiatan publik secara terbatas dengan menggunakan standar kesehatan. Standarnya adalah jaga jarak, cuci tangan, menggunakan masker, hingga hal hal teknis lainnya sesuai protokol kesehatan.
Menurutnya, New Normal sebenarnya adalah tahapan pasca kebijakan stay at home atau work from home atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB), diberlakukan untuk mencegah penyebaran massif wabah virus corona. New Normal utamanya agar warga yang memerlukan aktivitas luar rumah dapat bekerja dengan menggunakan standar kesehatan yg ditetapkan, dan bukan sekedar bebas bergerombol atau keluyuran.
“New Normal diberlakukan karena tidak mungkin warga terus menerus bersembunyi di rumah tanpa kepastian. Tidak mungkin seluruh aktivitas ekonomi berhenti tanpa kepastian yang menyebabkan kebangkrutan total, PHK massal dan kekacauan sosial. New Normal diberlakukan dengan kesadaran penuh bahwa wabah masih ada disekitar kita. Untuk itu aktivitas ekonomi, publik diperbolehkan dengan syarat menggunakan protokol kesehatan yang telah ditetapkan,” ucap Funco.
Sayangnya kata dia, belum semua daerah siap melaksanakan ini. Daerah-daerah yang bisa melaksanakan New Normal haruslah daerah yang sudah landai kurva pandeminya, bisa mengendalikan virus, R0 nya < 1, mobilitas warga terkendalikan, perilaku masyarakat sudah bisa menyesuaikan dengan situasi bekerja di ruang publik di tengah pandemi.
Begitu pula dengan kepatuhan yang tinggi pada protokol. Funco mengungkapkan, jika kepatuhan pada protokol di masa PSBB saja sulit, maka akan lebih beresiko pelaksanaan New Normal.
“New Normal itu lebih longgar dari PSBB dalam konteks Gorontalo. Kebijakan ini sangat beresiko di Gorontalo karena jika masyarakat tidak patuh, maka gelombang kedua bisa lebih kencang. Pemerintah pun harus bisa memastikan New Normal bisa berjalan baik maka pemerintah harus melakukan upaya yang sistematis, terkoordinasi dan konsisten dalam melakukan pengawasan publik dan law enforcement. Di dalamnya juga termasuk memperbesar kapasitas sektor kesehatan kita untuk mengantisipasi lonjakan penderita Covid-19,” kata Wakil Ketua Bidang ICMI Provinsi Gorontalo Periode 2018 hingga sekarang ini.
Poin penting yang dia kemukakan adalah, pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi utk memastikan pemeriksaan kesehatan yang massif, tersedianya sarana perawatan dan peralatan medis, melindungi mereka yang paling rentan melalui penyiapan pengamanan sosial yg tepat sasaran dan perlindungan kesehatan.
“Kalau semua prasyarat New Normal tidak baik dan tidak siap, maka ini bukan “New Normal”, tapi “New Beginning” bencana Covid yang lebih besar. Negara lain melonggarkan status darurat ketika kurva sudah turun drastis. Lha Indonesia mau melonggarkan PSBB malah saat kurva merangkak naik dan kapasitas sistem kesehatan sangat tidak memadai,” jelas Funco.
New Normal itu kata dosen sosiolog UNG ini hanya bersifat sementara, tidak permanen. Paling tidak sekitar 1 – 2 tahun, baik pada saat menunggu kehadiran vaksin dan obat serta pada agenda recovery. Jika ketahanan dan daya adaptasi itu bisa dipertahankan maka ini bisa menjadi kunci kemenangan.
“New Normal itu instrumen untuk bertahan di tengah serangan. New Normal itu adalah pilihan alternatif di tengah keterbatasan sumber daya dalam menghadapi Covid 19. Beberapa negara sukses menghadapi Covid 19 dengan ketaatan dan kepatuhan pada protokol. Namun, hal ini harus diikuti oleh upaya tracking, test dan isolasi yang maksimal. Agar bisa menunda penyebaran menjadi outbreak,” tutur jebolan Pascasarjana Universitas Gajah Mada ini.
Kata dia, semua warga harus bersatu bersama semua lembaga, baik pemerintah dan juga stakeholder lainnya. Karena adanya common enemy yakni Covid-19.