Gorontalo, mimoza.tv – Setelah sekian lama terhenti, akhirnya Ditreskrimsus Polda Gorontalo resmi menetapkan IPH alias Helmy sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Gorontalo Tahun Anggaran 2020, Rabu (10/8/2022).
Namun saja ditetapkannya mantan Ketua KONI Kabupaten Gorontalo itu memantik tanggapan dari pegiat hukum. Salah satunya datang dari Susanto Kadir, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Limboto.
Kata Susanto, dari aspek hukum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), mengenai penyertaan dalam tindak pidana itu diatur dalam beberapa pasal. Mulai dari Pasal 55, 56, 57, 58, 59, sampai dengan Pasal 62 mengenai penyertaan dalam tidak pidana.
“Kalau saya membaca berita itu saya lihat ini menerapkan pasal 55 ayat 1. Nah pasal ini menyangkut tentang siapa melakukan, mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan. Tapi ini masih belum lengkap. Mestinya penyidik juga menerapkan Pasal 56 ayat 1 atau ayat dua,” ujar Susanto saat diwawancarai Kamis (11/8/2022).
Alasan penerapan Pasal 56 ini kata dia, karena di dalam kasus-kasus korupsi itu biasanya ada yang membantu memberi bantuan pada waktu kejahatan itu dilakukan.
“Sekarang coba kita lihat kasusnya. Yang sudah ditetapkan tersangka itu kan baru satu orang. Baru ketuanya. Nah KONI ini kan ada pengurusnya. Ada sekretaris, bendahara. Apa iya ketua KONI ini di dalam membuat surat-surat ini berdiri sendiri? Pasti dibantu oleh sekretaris dan bendaharanya,” imbuhnya.
Selanjutnya terkait dengan proses pencairan anggaran lanjut Susanto, dari informasi yang dia dapat, bahwa oleh DPRD itu hanya disetujui atau diusulkan oleh pemerintah daerah di awal itu sebesar Rp. 1 miliar lalu tiba-tiba menjadi Rp. 1,5 miliar.
“Makanya Pak Roman Nasaru itu bilang hibah siluman. Uang yang Rp. 500 juta itu dari mana? Berarti ada peran dari pihak pemerintah daerah di sini. Maka dipakailah disitu Pasal 55 ayat 1. Yang melakukan itu kan si Pak Helmy. Tapi yang pegang ini kan Pemda yang dalam hal ini bidang keuangan atau bidang anggaran. Berarti yang melakukan ini bukan cuma Pak Helmy saja. Tapi dugaan saya dari Pemda. Saya yakin sekali oknum di Pemda juga terlibat di sini,” tegas Susanto.
Termasuk kata Susanto, siapa yang menyuruh untuk melakukan ini.
“Apa iya hanya si Helmy saja? Pak Helmy ini kan hanya yang menerima hibah. Lalu yang memberi hibahnya siapa? Pasti Pemda. Berarti dugaan saya ada yang menyuruh untuk melakukan. Penyidik harus cari itu. Apakah bupatinya, kepala dinas atau kepala keuangan, atau ASN lainnya. Termasuk yang menyuruh melakukan atau menyuruh menambah dari 1 Milyar menjadi 1.5 Milyar. Dugaan saya menyuruh ini pasti yang punya power. Makanya LBH mendorong agar penyidik jangan hanya berhenti di Pasal 55 saja. Tetapi pakai juga Pasal 56, dimana mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan,” ucap Susanto.
Dirinya menegaskan kembali, bahwa penerapan Pasal 56 itu penting untuk dipertimbangkan penyidik, lantaran dirinya menduga ada yang membantu perbuatan dari tersangka Helmy.
Pewarta : Lukman.