Gorontalo, mimoza.tv – Jelang Pemilihan kepala Daerah (Pilkada) 2020, para kepala daerang dilarang melakukan perombakan kabinet atau mutasi pejabat. Aturan tersebut berlaku bagi seluruh kepala daerah, baik petahana (yang akan maju bertarung kembali sebagai Cakada) atau yang bukan petahana, termasuk juga pejabat hubernur, atau pejabat bupati dan walikota dilarang melakukan penggantian pejabat, enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhira masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
Sementara itu, terkait tahapan Pilkada 2020, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI sedang gencar gencarnya memngingatkan kepala daerah untuk tidak melakukan rotasi jabatan di semua tingkatan.
Bila dihitung mundur enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon, maka sejak 8 Januari 2020, kepala daerah tidak diperbolehkan melakukan rombak kabinet, kecuali mendapat persetujuan.
Jika kepala daerahnya merupakan petahana, maka sangsinya adalah pembatalan. Sementara yang bukan petahana diatur juga dalam UU. Dalam Pasal 188 tertulis: Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, dipidana dengan penjara paling singkat 1(satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan, dan atau denda sebesar Rp 600.000. (enam ratus ribu rupiah), atau paling banyak 6 (enam juta rupiah).
Bawaslu juga berharap, seluruh kepala daerah bisa mematuhi hal ini, sesuai dengan amanat UU Pilkada.
Untuk diketahui, berdasarkan Peraturan KPU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, bahwa penetapan pasangan calon ditetapkan 8 Juli 2020.
Batas waktu penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah sudah diatur tegas pada pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan:
Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota.
Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.(luk)
Dari berbagai sumber