Gorontalo, mimoza.tv – Kapolda Gorontalo, Irjen Pol. Angesta Romano Yoyol memohon maaf kepada puluhan awak media atas dugaan intimidasi yang dilakukan oleh anggotanya terhadap empat jurnalis yang tengah melakukan peliputan di Mapolda Gorontalo beberapa waktu lalu.
Hal itu ia sampaikan saat menerima masa aksi dari Aliansi Jurnalis Gorontalo yang melakukan demo di depan Mapolda Gorontalo, Kamis (5/10/2023).
” Yang pertama atas nama Kapolda Gorontalo saya minta maaf. Yang kedua saya akan evaluasi terhadap anggota saya tersebut, yang ketiga sekali lagi saya mengharapkan rekan-rekan jangan kapok ke sini, karena biar bagaimana pun saya yang bertanggung jawab sebagai Kapolda mengarahkan anggota saya,” ucap Kapolda Gorontalo.
Jenderal bintang dua ini menyampaikan juga, undang-undang pers sangat jelas melindungi Jurnalis, dan memberikan hak jawab kepada pejabat publik.
Kalau di Polda ini enggak ada yang melarang (baca : meliput). Kantor saya ini kantor rekan-rekan juga,” ujarnya.
Dihadapan wartawan dirinya berjanji dalam waktu dekat akan mengundang humas yang ada di Polres jajaran.
”Setelah ini akan saya sosialisasikan. Kasat-Kasat Humas di Polres akan saya kumpulkan untuk memahami, bahwa rekan-rekan wartawan itu kerja membantu kita juga,” tandasnya.
Sehari sebelum unjuk rasa wartawan, adanya peristiwa intimidasi yang dilakukan oleh oknum polisi terhadap empat jurnalis saat melakukan peliputan di Polda Gorontalo mendapat kecaman dari Aliansi Jurnalis Independe (AJI) Gorontalo.
Ketua AJI Gorontalo, Wawan Akuba dalam siaran pers tertulis mengatakan, pihaknya mengecam tindakan penghalang-halangan kerja jurnalis yang dilakukan oknum polisi di SPKT Polda Gorontalo.
“AJI menyatakan, tindakan polisi menghalangi jurnalis Tribun Gorontalo, Antara News Gorontalo, dan Dulohupa adalah tindakan keliru,” kata Wawan dalam siaran pers, Rabu (4/10/2023).
Kata Wawan, tindakan tersebut melanggar kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28F ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 4 ayat (1).
“Kebebasan pers adalah hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Hal ini termasuk hak untuk mengambil gambar atau merekam aktivitas di tempat umum, termasuk di SPKT Polda Gorontalo,” cetus Wawan.
Sebellumnya, tindakan penghalang-halangan terjadi saat jurnalis Tribun, Antara, dan Dulohupa melakukan peliputan terkait kasus meninggalnya salah satu mahasiswa baru IAIN Sultan Amai Gorontalo yang hendak dilaporkan pihak keluarga bersama kuasa hukumnya ke Polda Gorontalo.
Saat sedang mengambil foto dan video, sejumlah jurnalis tiba-tiba dilarang mengambil gambar atau melakukan peliputan di dalam kantor SPKT Polda Gorontalo.
Karena perlakuan tersebut, para jurnalis memutuskan untuk tidak lagi merekam/mengambil gambar dan memilih keluar dari ruang SPKT dan menunggu di luar gedung. Beberapa waktu kemudian setelah sejumlah kuasa hukum tersebut keluar dari ruang SPKT Polda Gorontalo, jurnalis kembali melakukan wawancara di depan gedung tersebut. Saat wawancara, tiba-tiba oknum perwira Polisi tersebut, kembali melarang wartawan merekam dan meminta rekaman tersebut dihapus dan jangan ditayangkan, dengan alasan karena mengambil gambar yang bertuliskan SPKT. Bahkan kata oknum tersebut laporan dari warga yang sedang diliput jurnalis itu belum jelas, sehingga tidak bisa sembarangan dalam memberitakannya. Oknum tersebut mengatakan silahkan wawancara di tempat lain, dan jangan ambil tulisan atau gedung SPKT. Alasannya karena ia khawatir nanti akan terjadi kesalahpahaman publik dalam memahami berita.
Penulis : Lukman.