“Apa lo tau mafia narkoba. Keluar masuk jadi bandar di penjara. Terhukum mati tapi bisa ditunda”.
Gorontalo, mimoza.tv – Penggalan lirik lagu berjudul “Gosip Jalanan” milik grup musik Slank itu, menggambarkan adanya peredaran narkotika dari dalam lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Benarkah ?
Di Provinsi Gorontalo pekan lalu, Ditrektorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Gorontalo mengungkapkan, dua kasus narkoba dikendalikan dari Lapas. Panit Subdit 2, Ditresnarkoba Polda Gorontalo, Iptu Mohamad Adam, mengatakan, TT diringkus polisi karena memiliki sabu-sabu seberat 14 gram. TT mengakui, barang haram tersebut merupakan milik dari seorang warga binaan Lapas Gorontalo berinisial A.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNNP) Gorontalo, Brigjen Pol Oneng Subroto angkat bicara soal peredaran barang haram tersebut.
Menurut Oneng, sekitar 60% pengedar narkoba adalah narapidana atau warga binaan yang berada di dalam Lapas. Bahkan, pengedaran narkoba di Gorontalo sampai hari ini sumbernya masih berkisar di Lapas Kota Gorontalo, Lapas Boalemo dan Lapas Pohuwato.
“Dalam arti kenapa bisa beredar di Lapas karena sebetulnya di Lapas ini ‘kan sudah ketat ya. Artinya, kalau tidak ada alat komunikasi mereka tidak bisa bertransaksi ke luar,” ketus Oneng Subroto.
Menurut dia lagi, hanya oknum-oknum sipir nakal yang berada di dalam Lapas yang memanfaatkan waktu-waktu tertentu. Karena kuncinya adalah alat komunikasi.
“Nantinya kalau pas-pas jam malam, mungkin para napi narkoba ini atau para bandar ini ada kesempatan untuk bisa berkomunikasi ke luar. Saya kira itu. Jadi jangan beranggapan Lapasnya yang tidak betul, tapi oknum-oknum saja,” tegas dia.
Soal pengungkapan kasus narkoba oleh Polda Gorontalo yang diduga melibatkan oknum warga binaan di dalam Lapas, Kepala BNNP Gorontalo juga menegaskan bahwa itu hanyalah oknum-oknum tertentu saja.
Dia berharap, kedepan ada kerjasama yang lebih baik lagi antara Polda Gorontalo, BNNP dan pihak Lapas untuk menekan peredaran narkoba yang dikendalikan oleh oknum narapidana tersebut.
Menjawab hal tersebut, Rusdedy A.Md selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Pohuwato mengungkapkan, tudingan peredaran narkoba yang dikendalikan dari Lapas adalah prematur.
Menurutnya, bila pengakuan tersangka belum bisa dibuktikan, harusnya pihak kepolisian tidak langsung menuding bahwa peredaran tersebut dikendalikan dari dalam Lapas.
“Itu kan baru pengakuan, dan masih perlu pembuktian meja hijau. Terlalu prematur menurut saya ketika pihak kepolisian langsung mengatakan demikian. Bisa saja untuk mengaburkan penyidikan bandar narkoba, para tersangka ini paling enteng menyebut atau mengkambinghitamkan napi narkoba di dalam lapas, sebagai pemilik narkoba tersebut. Sehingga penyidikan dan pengungkapan kasus tersebut tidak menyentuh jaringan narkoba yang ada di luar,” ujar Rusdedy.
Kata Rusdedy, pihaknya juga sangat serius untuk memberantas peredaran narkoba. Kedepannya, napi yang terindikasi masih terlibat peredaran narkoba ini akan dikategorikan sebagai Napi Higrisk. Bahkan untuk Napi Higrisk ini ada perlakuan khusus. Mereka akan ditempatkan di Lapas maximum security, dengan tingkat keamanan super ketat.
“Ini merupakan amanat revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan yang akan segera diklaksanakan. Mereka akan di proses hukum atas kasus yang baru, hak-haknya dalam Lapas di cabut, seperti remisi, PB, hingga kunjungan keluarga. Ruang geraknya dibatasi, ditempatkan di sel isolasi, sehingga tidak terhubung dengan Napi lainnya,” tandas Rusdedy.(luk)