Gorontalo, mimoza.tv – Sidang perdana kasus dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Gorontalo akhirnya digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Hubungan Industrial Gorontalo, dengan tersangka mantan ketuanya, Ibrahim Papeo Hippy Alias Helmi, Selasa (25/102022).
Diketahui, dugaan korupsi dana Hibah KONI Kabupaten Gorotalo tersebut sebesar Rp. 1.500.000.000.00 (Satu Miliar Lima Ratus Juta Rupiah), yang akan digunakan pada 5 cabang olahraga sebagaimana yang tercantum dalam Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Ditemui usai persidangan, Dadang M Djafar selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus itu nengungkapkan, sangka Helmy diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, subsider Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi.
“Agenda sidang hari ini adalah membacakan dakwaan secara lengkap baik primer maupun subsider, yang sudah didengarkan langsung dan sudah dimengerti oleh terdakwa itu sendiri. Jadi secara terang benderang kami sudah membacakan apa isi dakwaan itu baik formil maupun materil,” ucap Dadang.
Lebih lanjut dirinya menyampaikan, adapun ancaman hukuman yang diberikan terhadap terdakwa, yakni penjara maksimal 20 tahun.
Dalam kasus itu juga kata dia, ada sekitar 70 orang saksi, dimana dalam sidang-sidang selanjutnya, pihaknya akan memilah-milah saksi mana saja yang bakal dihadirkan.
“Dalam sidang kedepan nanti kita akan panggil para saksi yang nantinya akan menjelaskan perbuatan dari terdakwa, kemudian peran dari masing-masing saksi tersebut, sehingga JPU mengannggap alat bukti yang ada sudah membuktikan sudah sesuai dengan apa yang terdakawan lakukan,” tegas Dadang.
Diwawancarai terpisah, Franky Uloli selaku kuasa hukum terdakwa menyampaikan, pada prinsipnya meskipun klienya telah duduk di kursi pesakitan, asas presumption of innocence.
“Artinya terhadap diri terdakwa masih dalam status praduga tak bersalah. Ketentuan hukumnya demikian. Sehingganya kalau media maupun masyarakat di luar sana menilai bahwa ketika seseorang telah ditetapkan sebagai tersangka, dia sudah benar-benar merupakan seorang yang telah melakukan tindak pidana, belum tentu. Kita akan lakukan upaya-upaya pembuktian lebih lanjut apakah terdakwa benar-benar bersalah atau tidak,” kata Franky.
Dari persidangan itu juga pihaknya telah melihat dan mencermati isi dakwaan, dan setelah melakukan diskusi singkat dengan terdakawa, tidak melakukan eksepsi atau keberatan.
“Langkah kita adalah upaya-upaya pembuktian. Hal-hal yang kami anggap rancu juga nantinya akan kami sampaikan sebagai pembuktian terbalik melalui pledoi,” imbuhnya.
Franky juga menambahkan, dalam sidang nanti, pihaknya akan menghadirkan saksi-saksi yang meringankan kliennya sesuai atau menurut hukum acara.
“Semua kesaksian itu mengarah kesaksian yang diajukan oleh JPU. Kami tidak berhak mengajukan saksi-saksi itu. Dari kita hanya saksi yang meringankan maupun ahli. Kalaupun ada bukti surat, maka kita juga akan mengajukan bukti surat sebagai pembanding dari penuntut umum,” tutup Franky.
Sebelum bergulir di meja hijau, dalam konferensi pers di Polda Gorontalo awal bulan Agustus 2022 lalu, Helmi diduga menggunakan dana hibah untuk kepentingan pribadi.
Dana tersebu berupa pinjaman pribadi tersangka sebesar Rp. 100 juta, biaya menebus mobil sebesar Rp. 70 juta, pembiayaan kepada anggota Musisi Seniman Gorontalo (MSG) ke Palu, Sulawesi Tengah dalam rangka pembukaan kafe milik tersangka sebesar Rp. 20 juta, pembuatan video klip tersangka 1 juta s/d 5 juta rupiah, serta penggunaan untuk kegiatan MSG ke beberapa lokasi sebesar Rp. 250 juta.
Tak hanya itu saja, kata Polda Gorontalo, tersangka telah menerima dana dari FN (hasil sewa sound sitem) tanpa sepengetahuan dari Pengurus KONI Kabupaten Gorontalo.
Pewarta : Lukman.