Gorontalo, mimoza.tv– Gorontalo, mimoza.tv – Terkait Surat Keputusan (SK) pemberhentian Risman Taha selaku anggota dan Ketua DPRD Kota Gorontalo sementara, Pemerintah Provinsi Gorontalo mengadakan konfrensi pers, yang digelar di Kantor Gubernur Gorontalo, Senin (28/10/2019).
Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Gorontalo, Ridwan Hemeto didampingi dua kuasa hukum Salahuddin Pakaya, Suslianto serta Jubir Gubernur Novaliansyah Abdussamad dalam keterangannya mengungkapkan, dalam melakukan pengambilan keputusan, Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah tetap mengedepankan ketentuan yang berlaku dengan tetap berkonsultasi dengan Kementrian Dalam Negeri RI sebagai atasan Gubernur secara administrative.
”Gubernur dalam menerbitkan SK Peresmian Pemberhentian Anggota DPRD telah melakukan sesuai tahapan dan prosedur hukum. Hal itu sejalan PP No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusulan Tata Tertib DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota,” kata Ridwan.
Dihadapan awak media juga dirinya menjelaskan, status hukum Risman Taha saat ini bukan lagi sebagai terdakwa melainkan sebagai terpidana berdasarkan adanya putusan Mahkamah Agung Nomor 1174K/PID.SUS/2018. Hal ini dibuktikan pula dengan adanya upaya hukum peninjauan kembali (PK) oleh Risman Taha atau kuasa hukumnya, meski PK tersebut akhirnya dicabut.
Pihaknya juga mempersilahkan bagi para pihak yang keberatan dengan terbitnya SK untuk menempuh jalur hukum.
“Ada ruang yang konstitusional untuk mencari keadilan dan pemerintah siap untuk mempertanggungjawabkannya,” pungkasnya.
Sementara itu, menanggapi adanya Surat Keputusan Gubernur Gorontalo dengan Nomor : 37/01/X/2019 tentang Pengresmian Pemberhentian Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Gorontalo masa jabatan 2019-2024 tersebut, Feldi Taha, SH. selaku kuasa hukum Risman Taha mengungkapkan, terdapat kejanggalan atas SK Gubernur Gorontalo tersebut.
“Klien saya hingga saat ini masih berstatus Terdakwa, buka Terpidana,” ungkap Feldi saat menggelar jumpa Pers di kantor DPD II Partai Golkar Kota Gorontalo, Minggu (27/10/2019).
Dirinya menegaskan juga, telah melakukan gugatan ke PTUN karena ada hal-hal yang kurang objektif yang keluar dari pada SK tersebut.
“Jadi kalau objektif SK itu dikeluarkan, maka tidak demikian hasilnya. Dan jika benar pasti adil putusan itu. Saya lihat ada ketidakadilan dalam hal putusan SK itu,” kata Feldi didampingi Ketua OKK Partai Golkar, Erwin Rauf bersama dengan Totok Bahtiar sebagai Tim pemenang Partai Golkar Kota Gorontalo.
Menurut penafsiran hukum yang didalami dan pengalaman dirinya menangani kasus seperti ini, ternyata ada dugaan jika Gubernur mendapat bisikan atau masukan yang tidak benar.
“Ada unsur diduga ada masukan yang mungkin keliru yang memunculkan SK ini. Karena memang ada beberapa variabel yang harus dilalui kepada yang bersangkutan. Dalam hal ini kita tidak mengatakan Gubernur salah, saya tidak mengatakan itu, karena itu kewenangan beliau untuk mengeluarkan SK itu. Namun saja saya melihat mungkin ada informasi-informasi yang diterima Pak Gubernur yang keliru sehingga SK itu muncul,” ucap Feldi. Menurutnya, dalam PP Nomor 12 Permendagri tahun 2018 itu ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh Gubernur, dalam hal ini terkait penetapan klainnya harus melalui proses seperti pemotretan terhadap Terakwa, dan harus ada usulan dari pimpinan untuk dapat melakukan pemberhentian sementara.(luk)