Gorontalo, mimoza.tv – Dalam menghadapi pemilihan kepala daerah yang akan datang, masyarakat diimbau untuk lebih selektif dalam memilih calon pemimpin mereka. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah rekam jejak para calon, terutama terkait dengan kasus korupsi. Banyak pihak yang mengingatkan agar masyarakat tidak memilih pemimpin daerah yang pernah menjadi narapidana korupsi, karena hal ini dapat berdampak buruk pada integritas pemerintahan dan kepercayaan publik.
Korupsi merupakan salah satu masalah besar yang merusak tatanan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia. Pemimpin yang pernah terlibat dalam tindak pidana korupsi cenderung memiliki risiko tinggi untuk mengulangi perbuatan tersebut, yang pada akhirnya akan merugikan rakyat dan memperlambat pembangunan di daerah.
Korupsi bukanlah kesalahan kecil yang bisa dimaafkan begitu saja. Ini adalah kejahatan serius yang mencuri hak rakyat dan merusak fondasi demokrasi. Olehnya, pentingnya pemilih untuk mempertimbangkan masa lalu calon pemimpin sebelum memberikan dukungan.
Masyarakat juga diajak untuk berpartisipasi aktif dalam mengawasi dan melaporkan jika ada calon yang terindikasi terlibat dalam kasus korupsi atau kejahatan lainnya. Dengan memilih pemimpin yang bersih dan berintegritas, diharapkan pemerintahan di daerah dapat berjalan dengan baik dan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga.
Dalam perspektif falsafah adat Gorontalo, korupsi dipandang sebagai tindakan yang sangat tercela dan bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat. Gorontalo, yang memiliki adat istiadat kaya dengan nilai-nilai etika dan moral, menempatkan kejujuran, keadilan, dan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat sebagai prinsip-prinsip utama dalam kehidupan bersama.
Falsafah ‘Adati Hula-Hulaa To Syaraa, Syaraa Hula-Hulaa To Kitabullah’ mengandung arti bahwa adat istiadat dipimpin oleh syariat, dan syariat dipimpin oleh kitab suci Al-Qur’an. Dalam konteks ini, korupsi dianggap melanggar syariat Islam yang menekankan kejujuran, amanah, dan keadilan. Adat Gorontalo yang tunduk pada syariat menempatkan korupsi sebagai tindakan yang tidak hanya melanggar hukum agama tetapi juga merusak tatanan sosial yang dijaga oleh adat. Lalu timbul pertanyaan, pantaskah kita masyarakat Gorontalo yang menjunjung tinggi falsafah itu memilih mantan napi korupsi?.
Falsafah ini mengajarkan bahwa setiap tindakan, baik atau buruk, memiliki dampak yang luas terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Korupsi dianggap sebagai perbuatan yang menodai dan memperberat beban negeri Gorontalo karena mengkhianati amanah yang diberikan oleh masyarakat dan merusak kepercayaan publik.
Dalam suasana demokrasi yang sehat, setiap suara sangat berarti. Oleh karena itu, hindari memilih calon yang telah terbukti mencederai kepercayaan publik dan hukum. Pilihlah pemimpin yang benar-benar layak dan mampu membawa perubahan positif bagi daerah dan bangsa.
Pemilu adalah kesempatan bagi masyarakat untuk menentukan masa depan daerahnya. Jangan sia-siakan kesempatan ini dengan memilih mantan narapidana korupsi sebagai pemimpin. Bersama, kita bisa menciptakan Indonesia yang lebih baik dan bersih dari korupsi.
Redaksi.