Gorontalo, mimoza.tv – Polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan keluarga, hingga saat ini mendapat tanggapa dari banyak kalangan. Salah satu pasal dalam RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020 bersama 49 RUU lainnya ini adalah mengatur kamar tidur orang tua dan anak harus terpisah.
Menanggapi hal tersebut, Sitti Nurain Sompie, berpendapat, apaun keadaannya, kamar orang tua dan anak harusnya terpisah. Hal ini dikarenakan banyak peristiwa asusila terjadi di lingkungan keluarga.
“Banyak kejadian. Ada orang tua memperkosa anak kandungnya. Jadi apapun resikonya harus pisah kamar. Kecuali anak dibawah umur atau yang masih balita,” kata Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, diwawancarai Jumat (21/2/2020).
Lanjut dia, anak yang sudah akil balik atau umurnya di atas 10 tahun masih tidur satu kamar dengan orang tuanya, justru akan menimbulkan resiko tersendiri.
Jika keadaan keluarganya dikategorikan kurang mampu atau hanya tinggal di tempat kos, namun menurut Sitti tetap harus ada upaya untuk memisahkan antara ruang orang tua dengan anak.
“Misalnya dengan sekat atau pembatas dari tripleks atau kain, meskipun itu tidak menjamin. Keadaan sekarang ini, sudah banyak contoh kejadian. Banyak orang tua jadi predator,” jelas Sitti.
Untuk pembatasan ruang lingkup peran suami dan istri juga dirinya berpendapat, sebagai perempuan apapun karir dan pekerjaannya, tetap harus mengutamakan keluarga.
“Seperti profesi yang diamahkan Allah SWT kepada saya, berkarir di DPRD Provinsi. Akan tetapi intinya saya merupakan seorang ibu rumah tangga di keluarga saya, dan itu yang utama,” jelas politisi Gerindra ini.
Pendapat berbeda juga diungkapkan Yeyen Saptiani Sidiki. Anggota Komisi II, DPRD Provinsi Gorontalo ini juga berpendapat, RUU Ketahanan keluarga ini sudah masuk ke ranah privasi keluarga.
“RUU ini apabila dihadapkan dengan hal-hal yang situasional, contoh keluarga kurang mampu, maka ini juga harus jadi perhatian. RUU-nya bukan di revisi, tapi ya mbok di tinjau lagi,” kata Yeyen saat diwawancara di gedung DPRD Provinsi Gorontalo.
Namun saja terkait kasus orang tua yang jadi predator terhadap anak kandungnya, Yeyen berpendapat, RUU tersebut barangkali merupakan bentuk previntif negara terhadap keluarga. Namun semuanya harus melihat kondisi.
“Yang penting output dari RUU ini hasilnya seperti apa. Kalau mengintervensi terus hasilnya apa? Itu yang penting. Kalau kita intervensi terlaul masuk tapi dampaknya yang dihasilkannya negatif, maka ini yang kita hindari,” tandas politisi Golkar ini.(luk)