Gorontalo, mimoza.tv – Polisi menetapkan dua pria di Gorontalo sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak kandung mereka sendiri. Keduanya, masing-masing berinisial ARM (55) dan SM (52), diduga telah melakukan perbuatan tersebut secara berulang sejak anak-anak mereka masih duduk di bangku sekolah dasar.
Kasus ini terungkap dalam konferensi pers yang digelar Polresta Gorontalo Kota pada Selasa (6/5/2025). Kapolresta Kombespol Ade Permana menyampaikan bahwa kedua tersangka menggunakan pendekatan serupa dalam menjalankan aksinya, yaitu dengan membujuk dan memaksa korban.
“Untuk tersangka ARM, awalnya ia meminta pelukan dari anaknya. Saat memeluk, timbul niat buruk dan terjadilah tindakan asusila. Sementara SM diduga menunjukkan konten video dewasa kepada korban sebelum melakukan kekerasan,” jelas Kapolresta.
Atas perbuatannya, ARM dan SM dijerat dengan Pasal 81 Ayat (1) dan Ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016, yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Keduanya terancam hukuman penjara minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp5 miliar. Karena pelaku merupakan orang tua kandung, hukumannya akan dikenakan pemberatan sepertiga dari ancaman pidana pokok.
Kapolresta menegaskan bahwa pihak kepolisian memberikan pendampingan khusus terhadap kedua korban melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Langkah ini dilakukan untuk menjaga kondisi psikologis korban dan membantu pemulihan trauma yang dialami.
“Kami terus melakukan pemantauan dan konseling secara intensif. Saat ini, kondisi mental kedua korban berada dalam tahap stabil,” tutur Ade Permana.
Pentingnya Kesadaran Bersama untuk Lindungi Anak dari Kekerasan
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa perlindungan terhadap anak harus dimulai dari lingkungan terdekat. Orang tua, pendidik, dan masyarakat luas memiliki peran besar dalam menciptakan ruang yang aman bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang.
Berikut beberapa pesan penting bagi masyarakat:
Jadilah pendengar yang baik bagi anak-anak. Berikan ruang bagi mereka untuk bercerita tanpa rasa takut. Terkadang tanda kekerasan tak terlihat secara fisik, tapi muncul dari perubahan sikap.
Didik anak tentang batasan tubuh dan hak mereka untuk berkata “tidak”. Ini bisa dimulai sejak usia dini melalui komunikasi yang sesuai umur.
Laporkan bila melihat atau mencurigai adanya tindakan kekerasan terhadap anak. Anda bisa menjadi penyelamat bagi masa depan seorang anak.
Bangun lingkungan yang saling menjaga dan peduli. Kekerasan terhadap anak bukan hanya urusan keluarga, tetapi tanggung jawab bersama sebagai masyarakat yang beradab.
Penulis : Lukman.