Gorontalo, mimoza.tv – Di tengah derasnya arus video viral di media sosial, ada satu fenomena yang mencuri perhatian publik: seekor harimau—raja rimba—tampak gentar di hadapan seekor kucing rumahan. Pemandangan ini banyak beredar di TikTok, Instagram, hingga YouTube Shorts. Sekilas terlihat lucu, tapi di baliknya tersimpan penjelasan ilmiah yang menarik: mengapa makhluk sekuat harimau bisa memilih mundur dari kucing kecil?
Menurut para ahli perilaku hewan, fenomena ini bukan hasil rekayasa atau mitos dunia maya, melainkan reaksi alami yang berakar pada naluri, aroma kimia, dan kecerdasan evolusioner yang terbentuk selama jutaan tahun.
Harimau hidup dengan sistem insting yang sangat sensitif terhadap sinyal bahaya. Dalam dunia hewan, predator besar biasanya mengandalkan pola yang bisa ditebak untuk menghindari risiko. Ketika berhadapan dengan kucing—yang justru tidak takut, menatap balik, dan bersikap tenang—otak harimau membaca situasi itu sebagai “ancaman tak dikenal”.
Alih-alih menyerang, naluri bertahan hidup justru menyarankan satu hal: menjauh.
“Perilaku kucing yang santai dan tak menunjukkan rasa takut merupakan sinyal yang membingungkan bagi predator besar,” jelas seorang peneliti perilaku hewan dalam wawancara dengan media sains luar negeri. “Bagi harimau, keberanian tanpa alasan logis itu menandakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi—dan itu cukup untuk memicu respon defensif.”
Tak hanya soal bahasa tubuh, aroma feromon kucing juga berperan besar. Feromon adalah zat kimia yang diproduksi tubuh hewan untuk berkomunikasi antarspesies. Bagi harimau, aroma feromon kucing bisa dianggap sebagai sinyal keberadaan predator lain. Bahkan tanpa melihat wujudnya, bau tersebut cukup untuk membuat sistem saraf harimau waspada.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa hewan seperti tikus atau rusa bisa bereaksi serupa terhadap aroma predator. Dengan kata lain, bau kucing saja bisa membuat harimau berpikir dua kali.
Menariknya, para ahli menyebut fenomena ini sebagai bentuk signal-size mismatch, atau ketidaksesuaian antara ukuran tubuh dan sinyal ancaman yang dipancarkan. Kucing kecil mengirim sinyal besar—dan inilah yang membuat harimau memilih langkah aman. Dalam dunia liar, strategi bertahan hidup bukan selalu soal menyerang; kadang menghindari risiko adalah bentuk kecerdasan.
Fenomena “harimau takut kucing” ini juga menjadi pengingat bahwa kekuatan bukan hanya soal ukuran atau otot. Di alam, rasa takut adalah mekanisme alami untuk bertahan. Bahkan predator puncak pun tunduk pada naluri itu.
Video-video viral yang tampak lucu di media sosial ternyata menyimpan pelajaran mendalam: bahwa keberanian tanpa ketakutan bisa mengubah peta kekuasaan di alam. Seekor kucing kecil bisa membuat harimau mundur, bukan karena kuat, tapi karena ia mengirim sinyal bahwa dirinya bukan mangsa biasa.
Dan mungkin di sanalah letak pelajaran bagi manusia—kadang yang paling berani bukan yang paling besar, melainkan yang paling tenang menghadapi ketakutan.