Gorontalo, mimoza.tv – Alunan kidung pujian menggema dari gereja kecil yang berada di dalam area Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Gorontalo, Kamis (25/12/2025). Dari ruang sederhana itu, warga binaan pemasyarakatan (WBP) beragama Kristen merayakan Natal dengan khidmat, meski harus dijalani dari balik jeruji besi.
Perayaan Natal berlangsung dalam suasana tenang dan penuh penghayatan. Ibadah dipimpin oleh Pdt. Reflon Tahendung, S.Th., dan diikuti oleh warga binaan bersama petugas pemasyarakatan.
Dalam ibadah tersebut, Pdt. Reflon Tahendung mengajak umat Kristiani warga binaan untuk melantunkan kidung-kidung pujian sebagai ungkapan syukur atas kelahiran Yesus Kristus. Jemaat mengikuti rangkaian ibadah Natal pada umumnya, mulai dari doa pembukaan, pembacaan ayat-ayat Alkitab, penyampaian khotbah Natal, hingga doa syafaat bagi keluarga dan masa depan warga binaan.
Suasana semakin khidmat ketika doa-doa dipanjatkan dalam keheningan gereja lapas. Sejumlah warga binaan tampak menundukkan kepala, larut dalam perenungan, menjadikan Natal sebagai momentum refleksi dan pembaruan diri.
Natal di balik tembok lapas memang jauh dari kemeriahan. Namun bagi para warga binaan, momen ini menjadi ruang penguatan iman dan pengingat bahwa setiap manusia memiliki kesempatan untuk berubah.
Ibadah Natal tersebut turut dihadiri oleh Kristian Mokoginta, selaku Ketua Harian Gereja Getsemani Lapas, bersama jajaran petugas pemasyarakatan.
Kepala Lapas Kelas IIA Gorontalo, Sulistyo Wibowo, mengatakan perayaan Natal digelar secara sederhana, namun tetap sarat makna.
“Kesederhanaan tidak mengurangi esensi Natal. Yang terpenting adalah bagaimana warga binaan memaknainya dengan penuh kesadaran dan ketulusan,” ujar Sulistyo usai ibadah.
Menurutnya, pembinaan spiritual merupakan bagian penting dalam proses pemasyarakatan. Tahun ini, tercatat 15 warga binaan beragama Kristen mengikuti ibadah Natal di Lapas Kelas IIA Gorontalo.
Menariknya, sejumlah keluarga warga binaan turut hadir dalam ibadah tersebut. Kehadiran keluarga diizinkan karena jumlah jemaat yang terbatas dan masih memungkinkan ditampung di gereja lapas.
“Kehadiran keluarga menjadi dukungan moral yang besar bagi warga binaan. Ini juga bagian dari pendekatan humanis dalam pembinaan,” kata Sulistyo.
Ia berharap momentum Natal dapat dimaknai sebagai titik balik bagi warga binaan untuk menjalani masa pidana dengan lebih baik dan menaati seluruh aturan yang berlaku.
“Lapas bukan akhir dari segalanya. Masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri dan kembali ke masyarakat sebagai pribadi yang lebih baik,” tegasnya.
Sementara itu, Yopi, salah satu warga binaan, mengaku tetap merasakan sukacita meski harus merayakan Natal dalam keterbatasan.
“Pasti terasa berbeda. Biasanya Natal dirayakan bersama keluarga di rumah, sekarang bersama teman-teman di sini,” ujarnya.
Meski telah tiga kali merayakan Natal di balik jeruji, Yopi menyebut Natal selalu membawa harapan baru.
“Harapannya kami bisa berubah menjadi lebih baik, cepat bebas, dan bisa kembali berkumpul bersama keluarga,” tuturnya.
Dari balik jeruji Hotel Prodeo, Natal dirayakan tanpa gemerlap dan kemewahan. Namun di ruang yang terbatas itu, iman, harapan, dan tekad untuk berubah tetap menemukan jalannya. (rls/luk)



