Gorontalo, Mimoza.tv — Ombudsman Republik Indonesia (ORI) memberikan sejumlah catatan penting terkait perkembangan industri kelapa di Provinsi Gorontalo. Catatan ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan ORI pada pelayanan publik di sektor perekonomian, perdagangan, dan pertanian pangan.
Anggota ORI Yeka Hendra Fatika mengungkapkan, industri kelapa di Gorontalo memiliki peran signifikan dalam mendukung perekonomian daerah maupun nasional.
“Industri kelapa di Gorontalo menciptakan banyak lapangan kerja, baik bagi pegawai di pabrik pengolahan maupun petani kelapa sebagai pemasok bahan baku. Industri ini juga menyumbang pendapatan negara melalui ekspor ke negara-negara Eropa dan Timur Tengah,” ujar Yeka, didampingi Kepala Perwakilan ORI Gorontalo Muslimin B Putra, Kamis (11/9/2025).
Nilai Investasi Besar, Produk Hilirisasi Beragam
Yeka menyebutkan, industri kelapa di Gorontalo telah menarik investasi besar. Salah satu perusahaan pengolahan kelapa bahkan mencatat nilai investasi hingga Rp250 miliar.
Produk hilirisasi yang dihasilkan pun beragam, mulai dari tepung kelapa, santan, air kelapa, minyak kelapa murni (VCO), hingga serbuk kelapa.
Secara komoditas, Gorontalo memiliki lahan perkebunan kelapa sekitar 21.000 hektare, dengan rata-rata 100 pohon per hektare. Setiap pohon menghasilkan 50–60 butir kelapa per panen, dengan empat kali musim panen dalam setahun.
Harga Beli Petani hingga Biaya Produksi
Harga beli kelapa lokal dari petani berkisar Rp3.400–Rp3.900 per butir. Sementara harga jual ke pabrik mencapai Rp4.100 per kilogram (kelapa kupas) dan Rp4.700 per butir (kelapa utuh). Untuk kelapa hibrida, harganya lebih rendah, sekitar Rp1.500 per butir.
Biaya produksi di tingkat pengepul meliputi ongkos panen Rp200/butir, ongkos pecah Rp125/butir, dan ongkos transportasi Rp100/butir.
Catatan Kendala dan Rekomendasi
Meski potensial, ORI mencatat sejumlah hambatan industri kelapa di Gorontalo, di antaranya:
- keterbatasan bahan baku,
- rendahnya kualitas benih,
- terbatasnya akses permodalan bagi petani dan pengepul,
- serta adanya ketidaknyamanan berusaha akibat potensi penyimpangan oleh oknum dalam penanganan perselisihan hubungan industrial.
Untuk itu, ORI merekomendasikan agar pemerintah:
- Memberikan dukungan perbaikan kualitas benih kelapa.
- Melakukan ekstensifikasi perkebunan kelapa.
- Membuka akses permodalan bagi petani dan pengepul melalui Himpunan Bank Negara (Himbara).
- Melakukan evaluasi dan pencegahan maladministrasi yang berpotensi mengganggu iklim usaha industri kelapa.
“Pemerintah harus menjamin iklim usaha industri kelapa yang nyaman, aman, dan sehat,” tegas Yeka. (rls/luk)