Oleh : Funco Tanipu.
Waktu berisi tanggal, bulan, hari, tahun, detik, jam, menit, siang, malam dan seterusnya. Semua mengalami apa yang disebut dengan waktu, tak terkecuali.
Begitu pula dengan Provinsi Gorontalo, yang hari ini memasuki usia yang ke 22 Jika dirunut muasalnya, usia ke 22 adalah penanda waktu bagi Gorontalo.
Bagi kita sekalian, proses selama 22 tahun tak bisa dilewatkan begitu saja. Ada banyak peristiwa, ada kisah, ada memori, ada darah dan juga air mata.
22 tahun bukan usia yang singkat. Ada 4 kali Pemilu yang kini melahirkan perwakilan di DPR RI seperti Rahmat Gobel, Idah Syaidah dan Elnino Mohi, ada juga perwakilan DPD RI seperti Abd. Bahmid, Dewi Hemeto, Fadel Muhammad dan Rahmiyati Yahya.
Ada 4 kali pilgub yang menghasilkan Gubernur dan tiga kali masa transisi yang menempatkan beberapa Penjabat Gubernur. Dari Tursandi Alwi, Fadel Muhammad, Gusnar Ismail, Rusli Habibie, Zudan Arif hingga kini Hamka Hendra Noer.
Ada belasan kali pilkada di tingkat kabupaten/kota. Ada beberapa Gubernur dan Wakil Gubernur, ada beberapa Bupati dan Wakil Bupati serta puluhan hingga ratusan anggota legislatif yang dilahirkan dalam kurun waktu 22 tahun ini. Ada puluhan Profesor dan ratusan Doktor serta ribuan Master dan puluhan ribu Sarjana yang lahir setelah 22 tahun berjalan. Bahkan jumlah perguruan tinggi semakin banyak, terhitung sudah belasan kampus yang berdiri.
Dalam kurun waktu 22 tahun ini, ada puluhan triliun yang mengalir dan membasahi tanah ini. Tanah ini dikunjungi berkali kali oleh Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dan ratusan kali kunjungan Mentri. Pun ada ribuan studi banding Pemerintah Daerah ke jazirah ini. Hingga puluhan dan bahkan ratusan ribu manusia datang ke Gorontalo baik sebagai wisatawan maupun urusan lainnya.
Setelah 22 tahun berjalan, Gorontalo telah memproduksi jutaan ton beras dan jagung serta hasil bumi lainnya. Gorontalo juga telah memproduksi banyak hasil ternak, juga jutaan ton hasil laut.
Setelah 22 tahun, bermilyar milyar paket data internet dan pulsa yang telah dihabiskan, jutaan daya listrik yang telah terpakai, hingga milyaran meter kubir air yang telah habis untuk segala keperluan.
Setelah 22 tahun ini, ratusan ribu hektar hutan telah dikonversi menjadi areal perkebunan sawit, tambang dan tanaman industri lainnya.
Setelah 22 tahun ini, begitu banyak bencana yang mendera, dan paling anyar adalah ratusan kali banjir yang seakan-akan hanya bisa diselesaikan dengan kardus-kardus Indomie.
Setelah 22 tahun ini, ribuan anak berada dalam kondisi gizi buruk, puluhan ribu anak yang putus sekolah, ratusan ribu anak yang tidak menikmati pendidikan yang berkualitas.
Setelah 22 tahun ini, ribuan remaja mengkonsumsi narkoba, ribuan remaja yang melakukan seks bebas, puluhan hingga ratusan ribu lainnya dengan gaya hidup yang mengkhawatirkan.
Setelah 22 tahun berjalan, hampir ratusan milyar kerugian keuangan negara terjadi, ribuan orang menjadi terlibat kasus korupsi.
Setelah 22 tahun berlangsung, ratusan orang kehilangan nyawa, ribuan lainnya harus masuk tahanan karena kasus kriminal. Serta puluhan ribu liter minuman keras yang telah membasahi tenggorokan manusia Gorontalo.
Setelah 22 tahun berjalan, jumlah jamaah masjid berkurang drastis, jumlah yang menghadiri majelis taklim pun makin turun.
Setelah 22 tahun, sepertinya banyak kisah dan peristiwa yang telah kita lalui. Banyak lorong kehidupan yang kita lewati, baik gelap maupun terang. Semua bercampur keharuan dalam menjalani 22 tahun Provinsi Gorontalo.
Setelah 22 tahun ini, ada beberapa yang bisa kita banggakan, tapi itu juga hampir setara dengan apa yang membuat kita kesal.
Lalu setelah 22 tahun Provinsi ini berdiri, akan kemanakah arah jazirah ini? Masih bisakah kita berharap ada perubahan yang lebih baik?
Kini, Provinsi Gorontalo dipimpin Hamka Hendra Noer untuk selama dua tahun kedepan, walaupun “transisi”, tapi publik mengharapkan gebrakan hingga Hamka bisa membangun “legacy” untuk Gorontalo, waktu yang sudah lebih dari 6 bulan kepemimpinan tentunya bisa disebut sebagai masa konsolidasi, tetapi untuk tahun 2023 dan 2024, mau tidak mau, suka tidak suka, harus ada sesuatu yang berarti, yang bisa diingat dan diwariskan untuk Gorontalo.
Oleh : Funco Tanipu.
Waktu berisi tanggal, bulan, hari, tahun, detik, jam, menit, siang, malam dan seterusnya. Semua mengalami apa yang disebut dengan waktu, tak terkecuali.
Begitu pula dengan Provinsi Gorontalo, yang hari ini memasuki usia yang ke 22 Jika dirunut muasalnya, usia ke 22 adalah penanda waktu bagi Gorontalo.
Bagi kita sekalian, proses selama 22 tahun tak bisa dilewatkan begitu saja. Ada banyak peristiwa, ada kisah, ada memori, ada darah dan juga air mata.
22 tahun bukan usia yang singkat. Ada 4 kali Pemilu yang kini melahirkan perwakilan di DPR RI seperti Rahmat Gobel, Idah Syaidah dan Elnino Mohi, ada juga perwakilan DPD RI seperti Abd. Bahmid, Dewi Hemeto, Fadel Muhammad dan Rahmiyati Yahya.
Ada 4 kali pilgub yang menghasilkan Gubernur dan tiga kali masa transisi yang menempatkan beberapa Penjabat Gubernur. Dari Tursandi Alwi, Fadel Muhammad, Gusnar Ismail, Rusli Habibie, Zudan Arif hingga kini Hamka Hendra Noer.
Ada belasan kali pilkada di tingkat kabupaten/kota. Ada beberapa Gubernur dan Wakil Gubernur, ada beberapa Bupati dan Wakil Bupati serta puluhan hingga ratusan anggota legislatif yang dilahirkan dalam kurun waktu 22 tahun ini. Ada puluhan Profesor dan ratusan Doktor serta ribuan Master dan puluhan ribu Sarjana yang lahir setelah 22 tahun berjalan. Bahkan jumlah perguruan tinggi semakin banyak, terhitung sudah belasan kampus yang berdiri.
Dalam kurun waktu 22 tahun ini, ada puluhan triliun yang mengalir dan membasahi tanah ini. Tanah ini dikunjungi berkali kali oleh Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dan ratusan kali kunjungan Mentri. Pun ada ribuan studi banding Pemerintah Daerah ke jazirah ini. Hingga puluhan dan bahkan ratusan ribu manusia datang ke Gorontalo baik sebagai wisatawan maupun urusan lainnya.
Setelah 22 tahun berjalan, Gorontalo telah memproduksi jutaan ton beras dan jagung serta hasil bumi lainnya. Gorontalo juga telah memproduksi banyak hasil ternak, juga jutaan ton hasil laut.
Setelah 22 tahun, bermilyar milyar paket data internet dan pulsa yang telah dihabiskan, jutaan daya listrik yang telah terpakai, hingga milyaran meter kubir air yang telah habis untuk segala keperluan.
Setelah 22 tahun ini, ratusan ribu hektar hutan telah dikonversi menjadi areal perkebunan sawit, tambang dan tanaman industri lainnya.
Setelah 22 tahun ini, begitu banyak bencana yang mendera, dan paling anyar adalah ratusan kali banjir yang seakan-akan hanya bisa diselesaikan dengan kardus-kardus Indomie.
Setelah 22 tahun ini, ribuan anak berada dalam kondisi gizi buruk, puluhan ribu anak yang putus sekolah, ratusan ribu anak yang tidak menikmati pendidikan yang berkualitas.
Setelah 22 tahun ini, ribuan remaja mengkonsumsi narkoba, ribuan remaja yang melakukan seks bebas, puluhan hingga ratusan ribu lainnya dengan gaya hidup yang mengkhawatirkan.
Setelah 22 tahun berjalan, hampir ratusan milyar kerugian keuangan negara terjadi, ribuan orang menjadi terlibat kasus korupsi.
Setelah 22 tahun berlangsung, ratusan orang kehilangan nyawa, ribuan lainnya harus masuk tahanan karena kasus kriminal. Serta puluhan ribu liter minuman keras yang telah membasahi tenggorokan manusia Gorontalo.
Setelah 22 tahun berjalan, jumlah jamaah masjid berkurang drastis, jumlah yang menghadiri majelis taklim pun makin turun.
Setelah 22 tahun, sepertinya banyak kisah dan peristiwa yang telah kita lalui. Banyak lorong kehidupan yang kita lewati, baik gelap maupun terang. Semua bercampur keharuan dalam menjalani 22 tahun Provinsi Gorontalo.
Setelah 22 tahun ini, ada beberapa yang bisa kita banggakan, tapi itu juga hampir setara dengan apa yang membuat kita kesal.
Lalu setelah 22 tahun Provinsi ini berdiri, akan kemanakah arah jazirah ini? Masih bisakah kita berharap ada perubahan yang lebih baik?
Kini, Provinsi Gorontalo dipimpin Hamka Hendra Noer untuk selama dua tahun kedepan, walaupun “transisi”, tapi publik mengharapkan gebrakan hingga Hamka bisa membangun “legacy” untuk Gorontalo, waktu yang sudah lebih dari 6 bulan kepemimpinan tentunya bisa disebut sebagai masa konsolidasi, tetapi untuk tahun 2023 dan 2024, mau tidak mau, suka tidak suka, harus ada sesuatu yang berarti, yang bisa diingat dan diwariskan untuk Gorontalo.