Gorontalo, mimoza.tv – Musibah banjir yang menimpa sebagian besar wilayah Gorontalo menyisahkan kesedihan bagi Hadijah Kadir, salah satu warga yang bedomisili di Desa Tanah Putih, Kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone Bolango. Banjir yang menerjang rumahnya pada Rabu (10-7-2024) lalu, membuat Ia bersama ke empat anak harus menumpang tinggal di sebuah kontainer.
Kepada wartawan ini Ia menceritakan, ketika banjir melanda, tak satu pun barang-barang miliknya yang bisa diselamatkan. Hadijah mengaku hanya baju di badan yang juga dalam keadaan basah.
“Tidak ada yang bisa saya selamatkan. Rumah rusak. Barang-barang semuanya disapu banjir. Tersisah hanya pakaian di badan, dan beberapa helai pakaian sempat saya kumpulkan, yang sudah terendam lupur sisa banjir,” ujarnya saat diwawancarai awak media ini, Rabu (24-7-2024).
Beruntung, dalam kodisi seperti itu, Ia mendapat bantuan dari beberapa warga sekitar, termasuk karyawan yang bekerja di perusahaan kontainer yang hanya bersebelahan pagar dengan rumahnya.
“Waktu banjir terjadi, saya bersama keluarga tinggal di mes perusahaan kontainer. Karna waktu itu pakaian di badan ini dalam keadaan basah, ada keluarga dan beberapa diantara karyawan memberikan saya pakaian. Bahkan selain tempat tidur dan pakaian, mereka juga menyediakan makanan bagi kami,” ujarnya.
Keesok harnya setelah banjir, beberapa karyawan menyarankannya untuk tinggal sementara atau menempati sebuah kontainer yang kondisinya berisi beberapa ban luar yang berukuran besar. Bersama anak-anaknya Ia pun memindahkan ban-ban berukuran bersar itu, untuk sekedar mendapatkan tempat tidur.
Sosok yang mengaku sebagai penjual kerajinan kaligrafi keliling ini mengaku selama menempati peti kemas itu mendapat bantuan makanan siap saji. Ia juga mendapatkan bantuan lainnya seperti beras, minyak goreng, mie instan. Namun, Hadijah mengaku, bahan makanan itu tidak bisa olah lantaran ia sudah tidak memiliki kompor lagi untuk memasak.
“Saya dapat bantuan dari beberapa pihak. Ada yang berupa pakaian, termasuk juga beberapa bahan. Tapi tidak bisa saya masak lantaran kompor dan peralatan dapur sudah hanyut semua. Dalam keadaan darurat, terpaksa bikin tungku,” ucap Hadijah.
Lain urusan makan, lain pula dengan urusan mandi dan lain-lain. Untuk urusan mandi, pemilik perusahaan peti kemas itu membolehkannnya menggunakan air. Bahkan Ia mendirikan kamar mandi darurat yang hanya ditutup beberapa potongan tripleks dan spanduk bekas di samping kontainer tersebut.
Untuk urusan penerangan, Hadijah mengaku menggunakan lampu lilin. Itu pun ia gunakan ketika makan malam saja. Setelah makan malam, lilin itu Ia padamkan.
“Sesudah makan malam lilinnya saya padamkan. Saya khawatir nanti terjadi kebakaran. Disini banyak barang-barang,” imbuhnya.
Dengan kondisi rumah yang sudah tidak bisa ditempati itu, Hadijah mengaku bahwa saat ini Ia akan mendapat bantuan rumah. Meski tak tau kapan rumah itu akan di bangun, saat ini tanah yang akan di bangun rumah itu tengah diratakan.
Meski kabar baik akan mendapatkan bantuan rumah, saat ini Hadijah merasa was-was. Hal ini lantaran ia mendapat pemberitahuan dari karyawan perusahaan, bahwa kontainer yang ia tempati saat ini sudah dibeli oleh orang.
“Meski belum tau kapan mau di bawa, mereka (baca : karyawan kontainer) sudah memberi tau terlebih dahulu kepada saya, bahwa kontainer ini sudah terjual dan akan diantar kepada pembelinya. Kalau sudah demikian, saya tidak tau mau tinggal dimana,” terangnya.
Penulis : Lukman.