Gorontalo, mimoza.tv – Sidang dugaan korupsi proyek pengembangan Kawasan Cagar Budaya Benteng Otanaha, kembali dilanjutkan di PN Tipikor dan Hubungan Industrial, Gorontalo, Kamis (19/12/2024). Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi masing-masing dari dua orang dari Tim Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PHO), dan eks Kadis Priwisata Kota Gorontalo, Irwan Hamzah.
Diwawancarai awak media usai persidangan, Aroman Bobihoe, selaku anggota tim pengacara dari Matris Mahmud Lukum yang menjadi terdakwa dalam kasus itu mengatakan, pihaknya merasa ada keganjilan dengan keterangan dari para saksi yang dihadirkan dalam persidangan itu.
“Menurut kami, di tim PHO itu ada keganjilan. Dalam keterangan di hadapan majelis, mereka tidak mengetahui sama sekali tentang hasil pemeriksaan yang mereka lakukan. Bahkan mereka itu mengetahui Berita Acara Pemeriksaan nanti saat selesai pemeriksaan. Ini kan menurut kami adalah hal yang aneh,” ujar Aroman.
Yang beritutkya adalah Pengguna Anggaran (PA) yang dalam hal ini adalah Kadis pada tahun 2018 lalu. Kata dia, ada temuan Tuntutan Ganti Rugi atau TGR sebesar Rp.45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah), yang menurut timnya adalah hal yang patut dipertanyakan. Ternyata kata dia, dalam TGR tersebut, kontraktor proyeknya sudah melakukan empat kali pembayaran.
“Kalau kontraktornya sudah melakukan pembayaran, maka logikanya hal ini sudah bukan ranah pidana lagi. Tetapi masuk di ranah administrasi, yakni TGR. Makanya klien kami selaku KPA dalam proyek itu harus dibebaskan. Tidak ada alasan untuk menuntut dia secara pidana, ketika kontraktor sudah melakukan pembayaran,” cetusnya.
Setali tiga uang, Rahmat Lukum selaku tim pengacara juga mengatan, dalam keterangan para saksi yang dihadirkan pada sidang-sidang sebelumnya, tidak ada keterangan yang memberatkan atau menyudutkan klienya itu.
Hal yang penting dalam kasus ini kata dia, sudah ada pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang menyebutkan ada kelebihan bayar sebesar Rp.45.000.000,- dan itu pun sudah dibayarkan oleh kontraktor.
“Disini jelas bahwa ini ranahnya administratif. Pembayarannya sementara berproses, dan bahkan di tahun 2024 ini ada pembayarannya,” singkatnya.
Menambahkan keterangan Aroman dan Rahmat, Jupri, yang juga tim kuasa hukum mengatakan, sebenarnya karean ada proses pembayaran dan tiba-tiba ada penegak hukum yang masuk, pihaknya melihat bahwa unsur kerugian negara pasti tidak akan actual lost, itu akan potensial lost, dan hal itu menyalahi putusan MK.
“Kita berharap bahwa putusan ini akan unslagh. Kenapa demikian, karena betul bahwa unsur yang didakwakan itu akan terpenuhi, tetapi itu bukan perkara pidana, melainkan perkara administrasi,” pungkasnya.
Penulis : Lukman.
Discussion about this post