Oleh : Suci Priyanti Kartika Chanda Sari., SH (Mahasiswa Pascasarjana Hukum Trisakti)
Saat ini di kancah global kita menyaksikan dinamika perang dagang antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, di mana kebijakan proteksionis dan persaingan sengit mewarnai hubungan ekonomi. Di tingkat regional, dinamika serupa tampaknya terjadi dalam hubungan antara Gorontalo dan Bank SulutGo (BSG). Isu keputusan Gorontalo untuk mempertimbangkan keluar dari struktur pemegang saham BSG dan mendirikan bank baru memunculkan pertanyaan mendasar: apakah ini langkah strategis untuk memperkuat kedaulatan ekonomi daerah, atau justru sebuah langkah mundur yang mencerminkan ketidakmampuan untuk bertarung dalam arena persaingan yang ada?
Kompetensi vs. “Karpet Merah”: Menantu Gubernur di BSG
Diskusi mengenai pencalonan menantu Gubernur Gorontalo dalam jajaran komisaris Bank SulutGo (BSG) memicu perhatian publik. Namun, penting untuk mengalihkan fokus pembahasan pada aspek substantif yang lebih fundamental, yaitu proses dan ketentuan yang berlaku dalam pemilihan komisaris dan direksi. Secara normatif, pemilihan ini harus berlandaskan pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG), dengan mengutamakan transparansi dan akuntabilitas.
Instrumen krusial dalam proses ini adalah fit and proper test oleh OJK, sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK Nomor 27/POJK.03/2016. Uji ini dirancang untuk menilai kompetensi manajerial, integritas moral, dan pemahaman perbankan kandidat secara objektif, tanpa diskriminasi latar belakang keluarga atau afiliasi politik.
Berdasarkan konteks hukum, UU Nomor 28 Tahun 1999 (KPKPN) melarang praktik nepotisme, yang relevan mengingat status BSG sebagai BUMD. Namun, penting untuk dicatat bahwa UU ini tidak secara eksplisit melarang pencalonan keluarga pejabat yang memenuhi syarat dan lolos seleksi objektif. Artinya, jika keluarga Gubernur memenuhi kriteria fit and proper test, pencalonan mereka tidak menjadi masalah.
Diskusi pasca-RUPS ini sangat relevan untuk terus dibahas hingga menemui titik terang, terutama dalam konteks transparansi dan akuntabilitas. Dugaan ketidakadilan yang dirasakan Pemerintah Gorontalo menuntut penerapan adagium “Audi et alteram partem”. Keadilan dan kepastian hukum harus ditegakkan dalam proses pemilihan ini, demi menjaga kepercayaan publik dan stabilitas BSG.
Oleh karena itu, pemilihan direksi dan komisaris harus didasarkan pada kompetensi dan integritas, bukan pada sentimen SARA. Mengingat tidak adanya representasi Gorontalo dalam jajaran direksi dan komisaris BSG saat ini, penempatan perwakilan terbaik dari Gorontalo menjadi sangat penting. Proses pemilihan ini harus sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 94 & 112. Evaluasi menyeluruh terhadap jajaran direksi dan komisaris terpilih perlu dilakukan, demi kepentingan Gorontalo dan BSG secara keseluruhan.
Gorontalo: Pemegang Saham Minoritas, Kepentingan Mayoritas?
Pemerintah Daerah Gorontalo dan para pemegang saham “Golden Time” ini tidak boleh terlewatkan. Pemilihan direksi Bank SulutGo (BSG) yang usai bukan berarti perjuangan telah berakhir. Perlu disadari, data kepemilikan saham mencerminkan kekuatan signifikan yang dimiliki oleh Pemerintah Gorontalo. Jika digabungkan, total saham yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo, Pemerintah Kabupaten Gorontalo, Pemerintah Kota Gorontalo, Pemerintah Kabupaten Boalemo, Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara, Pemerintah Kabupaten Pohuwato, dan Pemerintah Kabupaten Bone Bolango mencapai angka Rp235.175.800.000. Angka ini setara dengan sekitar 19,34% dari total saham BSG (Rp1.216.022.200.000). Berikut rinciannya:
Pemerintah Provinsi Gorontalo: Rp72.978.500.000
Pemerintah Kabupaten Gorontalo: Rp25.838.600.000
Pemerintah Kota Gorontalo: Rp34.024.300.000
Pemerintah Kabupaten Boalemo: Rp48.161.200.000
Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara: Rp22.699.600.000
Pemerintah Kabupaten Pohuwato: Rp18.458.500.000
Pemerintah Kabupaten Bone Bolango: Rp13.015.400.000 (sumber laporan pemegang saham BSG terkini)
Kekuatan finansial ini diperkuat oleh peran BSG sebagai pengelola keuangan daerah, termasuk gaji PNS Gorontalo, yang memberikan posisi strategis bagi Gorontalo dalam menentukan arah kebijakan bank. Produk perbankan BSG, seperti tabungan, deposito, dan kredit, juga relevan untuk dipertimbangkan.
Kekuatan finansial dan posisi strategis Gorontalo di BSG adalah modal besar. Oleh karena itu, strategi hukum yang kuat perlu segera dieksekusi. Analisis mendalam hasil RUPS penting dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap UU No. 40/2007 dan GCG. Jika ditemukan pelanggaran, langkah hukum (perdata/pidana) harus ditempuh. Aliansi strategis dengan pemegang saham lain, advokasi perubahan regulasi internal BSG, persiapan matang RUPS mendatang dengan penyusunan proposal berbasis data dan analisis yang kuat, dan komunikasi efektif dengan pemangku kepentingan adalah kunci untuk mengoptimalkan kendali arah kebijakan BSG
Kepemilikan 19,34% saham BSG dan peran strategis sebagai pengelola keuangan daerah memberikan Pemerintah Gorontalo kekuatan signifikan. Hak penentuan arah kebijakan bank tidak boleh diabaikan, ini menyangkut harga diri dan kepentingan daerah. Belajar dari kerugian isolasi ekonomi yang dialami negara-negara seperti Inggris pasca-Brexit, Gorontalo harus mengambil langkah strategis berbasis hukum. Tujuannya jelas: membuktikan Gorontalo adalah “nakhoda”, bukan “penumpang pasif”
Optimalisasi BSG vs. Pendirian Bank Daerah: Gorontalo Pilih Mana?
Berdasarkan perspektif hukum, pendirian bank baru oleh Gorontalo merupakan hak yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun, implementasi hak ini memerlukan pertimbangan matang, mengingat implikasi ekonomi dan sosial yang signifikan, terutama dalam konteks kebijakan efisiensi anggaran yang menjadi prioritas pemerintah presiden saat ini. Beberapa tantangan utama yang perlu dipertimbangkan secara konferhensif adalah:
Kompleksitas Proses Perizinan: Pendirian bank baru melibatkan serangkaian proses perizinan yang rumit dan memakan waktu.
Tuntutan Modal Besar: Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum, pendirian bank baru memerlukan modal yang besar.
Kebutuhan Infrastruktur: Pembangunan infrastruktur yang memadai, termasuk sistem teknologi informasi dan jaringan kantor, memerlukan investasi yang signifikan.
Persaingan dengan Bank Mapan: Bank baru harus bersaing dengan bank-bank yang sudah memiliki jaringan dan basis pelanggan yang luas.
Risiko Stabilitas Keuangan Daerah: Pengelolaan bank baru yang tidak optimal dapat mengganggu stabilitas keuangan daerah.
Risiko Operasional Perbankan: Data menunjukkan bahwa sepanjang 2024 ke 2025 ada sekitar 20 bank yang tutup, terutama Bank Perkreditan Rakyat (BPR), mengalami penutupan akibat fraud dan masalah kompleks, sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK terkait penanganan Bank Dalam Resolusi (BDR).
Keterbatasan Anggaran: Apabila menelaah lebih dalam iklim efisiensi anggaran saat ini, maka sumber pendanaan yang stabil dan berkelanjutan akan menjadi krusial untuk menjamin keberlangsungan operasional bank baru.
Oleh karena itu, Gorontalo perlu melakukan analisis biaya-manfaat komprehensif dan memastikan keselarasan dengan prinsip tata kelola keuangan yang baik sebelum merealisasikan pendirian bank baru, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang mengamanatkan penjagaan stabilitas sistem keuangan
Terakhir yang ingin saya utarakan adalah harapan saya Gorontalo dapat mengambil langkah-langkah strategis dengan bijaksana dan tidak berlandaskan ego sentris, sejalan dengan pandangan hidup gorontalo “Adati hula-hulaa to sara’a, sara’a hula-hulaa to kitabullah” (adat bersendikan syara, syara bersendikan kitabullah), di mana transparansi, akuntabilitas, dan keadilan serta kepe tingan orang banyak menjadi ‘Pohalaa’ (tiang utama) dalam setiap keputusan. Semoga ‘Payangga Hulondalo’ (naungan Gorontalo) selalu melindungi kita, dan mari kita wujudkan ‘Lipu lo pilohutu’ (negeri yang diridhoi), tempat di mana keadilan dan kemakmuran bersemi.