Gorontalo, mimoza.tv – Jagat maya dihebohkan dengan beredarnya video pendek berdurasi 34 detik yang menampilkan seorang oknum anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Wahyudin Moridu, dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dalam rekaman tersebut, Wahyudin dengan enteng melontarkan pernyataan yang bikin kening berkerut:
“Kita rampok saja uang negara, kita habiskan, biar negara ini makin miskin.”
Video itu memperlihatkan Wahyudin berada di dalam mobil bersama seorang perempuan yang belum teridentifikasi. Dalam percakapan ringan itu, ia menyebut hendak ke Makassar menggunakan “uang negara”, bahkan mengaku masih punya waktu panjang untuk bersenang-senang dengan statusnya sebagai anggota DPRD. Pernyataan itu ia lontarkan sembari tertawa, seolah tanpa beban.
Reaksi publik pun keras. Bukan hanya karena isi ucapannya yang jauh dari etika wakil rakyat, tetapi juga lantaran sikap sembrono itu menyingkap mentalitas sebagian politisi yang dipandang menjadikan jabatan sebagai sarana memperkaya diri.
Sebagai anggota legislatif yang digaji dari uang rakyat, seorang wakil seharusnya menjaga integritas, bukan mengumbar ucapan yang merendahkan martabat lembaga DPRD. Alih-alih memperjuangkan kesejahteraan konstituennya, ucapan Wahyudin justru terdengar seperti parodi gelap tentang bagaimana negara ini dikorupsi secara terang-terangan.
Perkara ini menambah catatan kelam bagi dunia politik lokal. Di tengah rendahnya kepercayaan publik terhadap wakil rakyat, ucapan seperti ini bagaikan bensin yang disiramkan ke bara api ketidakpercayaan.
Yang lebih ironis, pernyataan itu keluar dari mulut kader partai besar yang selama ini mengusung jargon “partai wong cilik”. Pernyataan sembrono ini jelas bertolak belakang dengan semangat membela kepentingan rakyat kecil.
Namun, setelah video tersebut viral dan menuai kecaman luas, Wahyudin akhirnya buka suara. Ia menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf secara terbuka, sembari mengakui kesalahannya.
“Potongan video itu benar adanya, dan saya tidak menampik bahwa itu adalah murni kesalahan saya. Saya sadar ucapan itu jauh dari etika seorang pejabat publik. Untuk itu, saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Gorontalo,” ujar Wahyudin, Jumat (19/9/2025).
Legislator asal Daerah Pemilihan Boalemo–Pohuwato itu menegaskan dirinya siap menerima konsekuensi apapun atas ucapan yang sudah terlanjur mencoreng citra dirinya sebagai wakil rakyat.
“Saya siap menerima apapun konsekuensinya, karena memang ini kesalahan saya. Kejadian ini telah membuat gaduh di tengah masyarakat, dan dari hati yang paling dalam saya tegaskan tidak ada maksud buruk dalam ucapan itu,” imbuhnya.
Tak hanya kepada publik, Wahyudin juga menyampaikan penyesalan kepada para pendukung serta keluarga besarnya.
“Atas kejadian ini, saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya, terutama kepada seluruh rakyat Gorontalo, pendukung, dan keluarga saya yang mungkin ikut merasakan malu maupun kecewa,” tambahnya.
Permintaan maaf itu patut diapresiasi sebagai bentuk tanggung jawab pribadi. Namun, permintaan maaf tidak otomatis menutup perkara ini. Ucapan seorang wakil rakyat bukan sekadar persoalan pribadi, tetapi menyangkut martabat lembaga yang seharusnya dijaga.
Kini publik menunggu: apakah pernyataan tersebut akan dianggap sekadar “lucu-lucuan” yang tergelincir, atau ditindak sebagai pelanggaran etik yang benar-benar mencoreng wajah lembaga DPRD?
Karena pada akhirnya, kepercayaan rakyat bukan dibangun dari tawa.
Redaksi.