Gorontalo, mimoza.tv – Dalam beberapa hari ini, ramai pemberitaan soal Bupati Boalemo, Darwis Moridu yang diduga melakukan penganiayaan terhadap Sofyan Mooduto, warga Desa Hungayonaa, Kecamatan Tilamuta.
Menurut pengakuan keluarga korban, awal mula kejadian, Sofyan sempat menanyakan upahnya (uang panjar) kepada Darwis, atas proyek pekerjaan jalan yang kuat dugaan juga milik Bupati yang akrab dipanggil Darem.
Bukan uang panjar yang didapat, Sofyan justru mendapat penganiayaan dari orang nomor satu di Boalemo.
Meski dilaporkan warga, Darem pun membantah telah melakukan penganiayaan.
“Jika saya melakukan penganiayaan, pasti keluar darah atau benjol,” ucap Darwis, dilansir dari Gopos.id
Jika ingatan kita kembali ke beberapa waktu lalu, kasus penganiayaan ini tak hanya terjadi sekali saja. Beberapa tahun silam, Darwis diduga menganiaya Awis Idrus, Warga Desa Kota Raja, Kecamatan Dulupi, hingga meninggal dunia. Kejadiannya, sewaktu dirinya belum menjabat sebagai Bupati Boalemo.
Saat menjabat sebagai Bupati Boalemo pun, jejak emosi Darwis sempat mewarnai pemberitaan di berbagai media.
Simak saja berita kegiatan penyerahan bantuan berupa beras yang sedianya diserahkan langsung oleh Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie di Desa Mohungo, pada Kamis (31/1/2019), malah menuai emosi Bupati Darwis.
Emosi orang nomor satu di Kabupaten Boalemo tersebut pecah ketika pembagian bantuan yang sedianya dijadwalkan berlangsung pukul 11.30 Wita, tak kunjung dibagikan hingga menjelang sore. Masyarakat yang sudah sejak pagi menunggu, namun pembagian bantuan belum juga dilaksanakan dengan dalih, menunggu kehadiran Gubernur Rusli Habibie.
Saat menjalani sidang perkara Pemilu pada bulan April 2019 juga, lagi-lagi emosi Darwis pecah. Orang nomor satu di Boalemo ini marah dan membentak-bentak majelis hakim Pengadilan Tinggi Tilamuta.
Pada sidang yang ke empat tersebut, Darwis yang tengah duduk di kursi pesakitan tak mampu mengendalikan emosinya. Nyaris persis yang ia luapkan kepada Gubernur Rusli Habibie pada acara pembagian bantua.
Bahkan, pihak PN Tilamuta sendiri mencatat, Darwis mengeluarkan suara dengan nada tinggi (marah-marah) sebanyak tiga kali, hingga sidang di skorsing tiga kali untuk menenangkan sang Bupati. Video rekaman kejadian pada jam 02.00 dini hari itu pun viral di sosial media.
Psikolog Dr Rosemini Adi Prianto mengungkapkan, menjadi seorang pemimpin bukanlah persoalan mudah. Sebagai penentu keputusan dan panutan masyarakatnya, seorang pemimpin haruslah memiliki keseimbangan IQ atau kecerdasan intelektual dan EQ atau kecerdasan emosional.
Psikolog yang akrab disapa Romi ini mengungkapkan, faktor IQ hanya berperan 20 persen dalam kesuksesan karir seseorang. Selebihnya faktor EQ yang menentukan.
Dengan begitu kata Romi, selain pintar dalam akademisi, seorang pemimpin juga harus bisa mengenal emosi, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, memiliki empati dan juga membina hubungan.
Menurutnya, menjadi pemimpin jangan sampai uring-uringan atau stress sendiri. Ia harus mengetahui emosinya. Dengan begitu, ia akan mudah mengelola. Pemimpin juga harus memiliki keseimbangan antara IQ dan EQ. Karena percuma bila memiliki kepintaran dalam hal akademisi, tetapi emosinya mudah meledak-ledak.
“Seseorang yang tidak bisa seimbangkan IQ dan EQ-nya akan lebih lambat sukses dibandingkan yang memiliki keseimbangan,” tandas Romi.(luk)