Gorontalo, mimoza.tv – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Gorontalo, Purwanto Joko Iriyanto mengatakan, kasus korupsi di Gorontalo berada dalam tanda lampu merah atau dalam keadaan berbahaya. Hal itu diungkapkannya saat membuka Seminar Nasional yang digelar di Lantai 4 Gedung Rektorat Universitas Negeri Gorontalo, Kamis (13/7/2023).
Purwanto menjelaskan, di Gorontalo sendiri khusus perkara korupsi yang ditangani oleh Kejati Gorontalo baik dari kwalitas dan kuantitasnya terus saja meningkat.
Kata dia, jumlah perkara baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan yang ditangani Kejati Gorontalo selama tahun 2022 sebayak 38 perkara. Angka kerugian negara kata Purwanto sebesar Rp. 17.336.981.162,- (tujuh belas miliar tiga ratus tiga puluh enam juta, sembilan ratus delapan satu ribu seratus enam puluh dua rupiah)
Sementara selama enam bulan atau satu semester di tahun 2023 ini, jumlah perkaranya sebanyak 33, dengan jumlah kerugian negara yang sudah keluar hasil perhitungannya dari BPKP, baru dari perkara yang ditangani Kejati Gorontalo saja sebesar Rp. 26.085.000.000,- (dua puluh enam miliar delapan puluh lima juta rupiah). Sementara perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) SE Gorontalo belum keluar hasil PKN-nya dari BPKP.
“Sehingga dipastikan jumlah seluruhnya dalam satu semester ini lebih dari Rp. 26 miliar,” ucap Purwanto.
Bila angka ini ditambahkan dengan setahun yang lalu, berarti persentasinya ada di angka 150 persen.
“Ini artinya tanda lampu merah atau tanda bahaya bagi Gorontalo,” tegas Purwanto.
Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam tahun 2022 hingga 2023 ini di Provinsi Gorontalo terdapat 23 paket proyek pekerjaan infrastruktur yang menggunakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN yang putus kontrak atau diperpanjang kontraknya yang saat ini sudah berakhir.
Kata Purwanto penyebabnya sama. Yakni para penyedia pekerjaan atau kontraktor tidak memiliki finansial atau modal, tidak memiliki peralatan yang siap, dan tidak tersedianya tenaga kerja lapangan dan tenaga ahli atau teknis yang kompeten.
Bahkan ia menyampaikan, penawaran terendah bukan tolok ukur utama untuk menetapkan pemenang. Kata Purwanto, penawaran 20 persen dari jumlah pagu proyek itu seharusnya menjadi peringatan lampu merah untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan dengan kwalitas yang baik, maka seharusnya tidak dipertimbangkan untuk dimenangkan.
Penulis: Lukman.