Gorontalo, mimoza.tv – Ketua LSM GERAM Provinsi Gorontalo, Tommy Laisa menyorot soal ditetapkannya mantan Bupati Bone Bolango, Hamim Pou, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyelewengan dana Bansos tahun 2011 – 2012. Dirinyapun mengurai sejarah perjalanan kasus tersebut.
Pada waktu tertentu dalam kurun waktu antara tahun 2011, sampai dengan tahun 2012 bertempat di Kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bone Bolango, bahwa Pemda pada tahun anggaran 2011, telah menganggarkan belanja bantuan sosial senilai 5.782.500.000. dan pada tahun anggaran 2012 senilai 5.145.500.000. Sehingga total anggaran bantuan sosial untuk tahun anggaran 2011 dan tahun anggaran 2012 senilai 10.928.404.000.
Tommy menjelaskan, tahun 2014, Kejaksaan Negeri Bone Bolango mulai melakukan penyelidikan dan penyidikan pada kasus tersebut dan menemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 3.044.520.000 berdasarkan hasil laporan perhitungan kerugian negara, serta menetapkan Yuldiawati Kadir sebagai tersangka.
Jika Merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, Kejaksaan tidak memiliki kewenangan dalam hal perhitungan untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian keuangan Negara. Surat Permohonanan Kajari Bone Bolango pada tanggal 22 oktober 2014, Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo telah mengirimkan surat pada Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Gorontalo, Nomor: B. 1082/R.5.13/Fd.1/10/2014 terkait Permohonan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pelaksanaan Pemberian Bantuan Sosial Kabupaten Bone Bolango TA. 2011 dan TA 2012 pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD).
Lanjutnya, tanggapan atas surat permohonan Kajari pada tanggal 29 Februari 2016 dari Kepala Perwakilan BPK Provinsi Gorontalo dengan hasil bahwa “Tidak Terdapat Kerugian Keuangan Negara” atas kasus yang dimohonkan oleh Kejari Bone Bolango terkait BANSOS Bone Bolango 2011- 2012 berdasarkan nota dinas yang ditandatangani oleh Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Gorontalo Bingkros Hutabarat.
Kata dia, Surat Kajati Gorontalo Perihal Laporan Hasil Pemeriksaan dengan tujuan tertentu (LHPDTT) pada tanggal 15 agustus 2016, Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo mengirimkan surat permohonan kepada BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo perihal LHPDTT dengan Nomor surat. B.- 1026/R.5/Fd.1/08/2016 tanggal 15 Agustus 2016 perihal PDTT Nomor : 12/LHP/XIX/10/2012 tanggal 16 Oktober 2012 pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bone Bolango Tahun Anggaran 2011 dan 2012 Kabupaten Bone Bolango.
Kata dia, jawaban dari LHPDTT, pada tanggal 18 Agustus 2018 BPK Provinsi Gorontalo menerbitkan surat dengam Nomor 107/S/XIX/.GOR/08/2016 Perihal penjelasan dan klarifikasi LHPDTT. Penjelasannya, bahwa tujuan pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai, dan menentukan apakah pengelolaan dan pertanggung jawaban belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial dan bantuan keuangan yang dilaksanakan oleh Pemkab Bone Bolango telah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku dan Sistem Pengendalian Internnya telah dirancang, dan dilaksanakan secara memadai untuk mencapai tujuan pengendalian, dan mengungkap adanya indikasi unsur pidana.
“Dari hasil pemeriksaan, BPK merekomendasikan agar Bupati Bone Bolango menaati ketentuan mengenai batasan nilai maksimal Bantuan Sosial yang diberikan kepada masyarakat. Dari hasil Temuan tersebut menyimpulkan, hanya terjadi kesalahan pembebanan atau klasifikasi anggaran, berupa pengeluaran belanja non bantuan sosial pada akun belanja bantuan sosial, dan tidak ditemukan kerugian keuangan negara,” ucap Tommy.
Lanjut dia, presentasi Kajati Gorontalo Dr. Firdaus Dewilmar, pada tahun 2019 dalam kegiatan kunjungan kerja yang bertempat di Auditorium Pemda Bone Bolango dalam pemaparannya dihadapan Forkopimda dan jajaran Pemda menyampaikan bahwa tidak ada satu pun alat bukti yang menunjukkan bahwa Bupati Bone Bolango terbukti melakukan tindak pidana korupsi Kasus Bansos Tahun 2011 dan 2012.
“Oleh karena itu kami menyimpulkan bahwa Bupati Bone Bolango tidak terlibat dalam pengelolaan Bansos. Pernyataan tesebut atas dasar telah meminta keterangan Ahli dari Dirjen Bidang Keuangan Daerah, kemudian meminta keterangan ahli Pidana dan Ahli Administrasi. Bahkan terakhir sudah dibuat laporan pertanggungjawaban keuangan Bansos tersebut, dan tidak ada satupun surat dan saksi yang menyatakan sdra Dr, Hamim Pou, S.kom, MH itu menerima dana Bansos tahun 2011-2012,” tegas Tommy.
Terkait persoalan itu Tommy menilai Kejati Gorontalo tidak cermat dan hati-hati, sehingga ada penafsiran dan penerapan hukum yang keliru didalam menetapkan Hamim Pou sebagai tersangka. Seharusnya dari sejarah perjalanan persoalan Bansos tersebut kasus ini telah dihentikan, tidak kemudian setelah dilakukan pemeriksa oleh BPK yang telah menyatakan bahwa tidak ditemukan kerugian keuangan negara dari perkara tersebut malah meminta BPKP untuk melakukan audit lagi.
“Dari hierarki perundang-undangan yang berlaku yang lebih berwenang menghitung dan menetapkan kerugian keuangan negara adalah BPK, bukan BPKP, ataupun penyidik kejaksaan, sesuai yang diamanatkan dalam pasal 1 ayat 1 No 15 Th 2016 dan SE MA No 4 Th 2016). Ini terkesan melemahkan BPK dalam hal menghitung dan menetepakan ada dan tidak kerugian keuangan negara sesuai kewenangam yang diberikan oleh undang undang,” cetusnya.
Terakhir kata Tommy, hal ini tentunya menimbulkan ketidak pastian hukum dan kebingungan di tengah masyarakat dalam penyelesaian suatu perkara dalam tindak pidana korupsi Bansos Bone Bolango 2011-2012. Tidaklah mungkin dalam satu pokok perkara yang sama kemudian menerapkan perhitungan kerugian keuangan negara dari tiga lembaga yang berbeda. (rls/luk)