New York, mimoza.tv – Kota New York tengah menyongsong babak sejarah baru. Zohran Mamdani, politisi muda keturunan India, meraih kemenangan dalam pemilihan pendahuluan (primaries) Partai Demokrat dan kini berada di jalur terdepan menuju kursi Wali Kota. Jika terpilih dalam pemilu utama mendatang, Mamdani akan menjadi Muslim pertama yang memimpin kota metropolitan terbesar di Amerika Serikat itu.
Dalam hasil resmi yang diumumkan Selasa (24/6) malam waktu setempat, Mamdani unggul dengan 43,5 persen suara, meninggalkan mantan Gubernur Andrew Cuomo (36,4%), Brad Lander (11,3%), Adrienne Adams (4,1%), dan kandidat lainnya (4,6%). Kemenangan ini menjadikannya kandidat unggulan dari partai dengan basis pemilih terbesar di kota itu.
Dari Minoritas, Kini Mayoritas
Zohran Mamdani bukan figur baru di panggung politik New York. Sejak 2021, ia menjabat sebagai anggota Majelis Negara Bagian. Namun, pencapaiannya kali ini menjadi titik balik karier politiknya. Latar belakangnya sebagai Muslim, anak imigran India, dan sikap vokalnya dalam isu-isu kemanusiaan membuatnya tampil berbeda di antara kandidat lainnya.
Dukungan luas mengalir, terutama dari komunitas Muslim New York yang jumlahnya mencapai sekitar 1 juta jiwa, atau 12 persen dari total pemilih pada pemilihan wali kota sebelumnya.
Namun, Mamdani bukan tanpa kontroversi.
Tegas di Isu Palestina-Israel
Mamdani dikenal sebagai politisi progresif yang vokal membela hak-hak rakyat Palestina. Dalam beberapa kesempatan, ia secara terbuka mengecam kebijakan militer Israel di Gaza, dan menyebut serangan ke wilayah itu sebagai bentuk genosida. Ia bahkan memimpin aksi mogok makan di luar Gedung Putih pada November 2023, sebagai protes terhadap kekerasan di Gaza.
Salah satu pernyataan paling menyita perhatian datang saat ia ditanya mengenai kemungkinan kunjungan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, ke New York.
“Sebagai wali kota, saya akan menangkap Benjamin Netanyahu. Kota ini harus berdiri di sisi hukum internasional, bukan membiarkannya dilanggar,” tegas Mamdani dalam wawancara media.
Pernyataan tersebut sontak menuai reaksi dari berbagai pihak, terutama komunitas Yahudi di New York. Sejumlah tokoh menuduh Mamdani mengusung narasi anti-Semit dan mengkhawatirkan masa depan kota yang selama ini dikenal inklusif.
Joey Saban, tokoh Partai Demokrat dari Brooklyn, menyebut kemenangan Mamdani sebagai “peringatan keras” bagi komunitas Yahudi.
“Kami tidak boleh abai. Ini alarm politik bahwa keterlibatan warga Yahudi dalam politik lokal harus lebih aktif,” katanya seperti dikutip mimoza.tv dari The Jerusalem Post.
Lawan Pakai Isu Palestina, Tapi Gagal
Menjelang primaries, lawan-lawan Mamdani mencoba memanfaatkan isu Palestina untuk menjatuhkannya. Namun strategi itu justru berbalik arah. Banyak pemilih muda, komunitas Muslim, bahkan Yahudi progresif justru bersatu mendukungnya.
Beth Miller, Direktur Politik kelompok Jewish Voice for Peace (JVP) Action, menyebut dukungan Mamdani terhadap Palestina bukan kelemahan, melainkan kekuatan politiknya.
“Kami sudah mendukung Mamdani sejak awal. Komitmennya pada nilai keadilan kemanusiaan—termasuk untuk Palestina—membuat kampanyenya autentik dan berdaya tarik luas,” kata Miller.
Dosen sosiologi dari CUNY, Prof. Heba Gowayed, menambahkan bahwa pemilih muda tidak sekadar melihat Mamdani sebagai kandidat, tapi juga sebagai simbol perubahan.
“Kalau dia berbalik arah dan mencoba memuaskan kritik dengan mendukung Israel, dia justru akan kehilangan antusiasme pemilihnya,” katanya.
Ujian Sebenarnya di Pemilu Utama
Meski unggul di pemilihan pendahuluan, Mamdani belum sepenuhnya mengunci kursi wali kota. Pemilu utama masih akan berlangsung dalam waktu dekat, dan dukungan terhadap petahana Eric Adams mulai dimobilisasi kembali, terutama dari kubu yang khawatir terhadap sikap Mamdani yang dianggap terlalu progresif.
Namun satu hal telah terbukti: Zohran Mamdani bukan lagi kandidat pinggiran. Ia kini berdiri di panggung utama, membawa suara-suara yang selama ini ditekan — dan didengar.