Gorontalo, mimoza.tv – Mantan Bupati Bone Bolango, Hamim Pou, membacakan sendiri nota pembelaannya atau pledoi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi bantuan sosial dan hibah, di Pengadilan Tipikor dan PHI Gorontalo, Kamis (17/7/2025). Ia memulai pembelaannya dengan kutipan ayat suci Al-Qur’an dan menyebut pledoi ini lahir dari keyakinannya akan pentingnya keadilan.
“Saya bukan orang suci, tapi saya juga bukan pelaku kejahatan. Saya datang ke sini dengan keyakinan bahwa apa yang saya lakukan selama ini—membantu masjid, mahasiswa, dan masyarakat—dilakukan dengan cara yang sah dan terbuka,” kata Hamim di hadapan Majelis Hakim.
Anggaran Tersusun dalam APBD, Bukan Dana Siluman
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Hamim menyalahgunakan kewenangannya dengan menyalurkan bantuan sosial dan hibah tanpa dasar hukum yang sah, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp152,5 juta. Namun Hamim menyatakan bahwa dana tersebut merupakan bagian dari program resmi pemerintah daerah yang telah tertata dalam APBD tahun 2011 dan 2012, serta disetujui oleh DPRD.
“Dana itu tidak datang dari luar sistem. Semuanya dibahas, dirancang, dan disahkan bersama DPRD. Tidak ada satu pun rupiah yang saya nikmati secara pribadi,” ujarnya.
Diskresi Kepala Daerah dan Proses yang Terbuka
Hamim menjelaskan bahwa sebagai kepala daerah, ia memiliki kewenangan terbatas dalam menetapkan bantuan melalui proses diskresi. Ia juga menyoroti bahwa banyak program bantuan, khususnya di masa itu, tidak semuanya melalui proposal tertulis, tetapi berdasarkan hasil kunjungan lapangan, masukan DPRD, dan forum Musrenbang.
Dalam pledoinya, Hamim juga menyampaikan bahwa peraturan yang menjadi dasar gugatan baru mulai diterapkan di Bone Bolango pada tahun anggaran 2013, sementara dana yang dipersoalkan terjadi pada 2011–2012.
Fakta Persidangan dan Kesaksian yang Mendukung
Pledoi Hamim memuat rangkuman fakta persidangan, termasuk keterangan saksi ahli dan auditor. Salah satu saksi dari BPKP menyebut bahwa bantuan telah diterima mahasiswa dan takmirul masjid secara utuh, tanpa potongan. Namun laporan perhitungan kerugian negara yang menjadi dasar dakwaan disebut tidak ditandatangani oleh Kepala Perwakilan BPKP, dan karenanya dinilai cacat secara administratif.
Sementara itu, saksi ahli pidana menyampaikan bahwa untuk dapat disebut korupsi, harus ada kerugian negara yang nyata, perbuatan melawan hukum, serta keuntungan pribadi. Jika salah satu unsur tidak terpenuhi, maka tidak cukup untuk dijerat pidana korupsi.
Refleksi Seorang Kepala Daerah
Hamim mengakhiri pledoinya dengan catatan pribadi sebagai kepala daerah yang sudah mengabdi selama 13 tahun. Ia menyebut berbagai program sosial yang pernah dijalankannya, termasuk perbaikan rumah warga, bantuan UMKM, pendidikan gratis, dan santunan anak yatim.
Namun bagi Hamim, yang paling berat dari semua proses ini adalah beban terhadap keluarganya.
“Anak-anak saya masih memanggil saya ‘ayah’ dengan hormat. Istri saya masih menggenggam tangan saya, meski dalam sunyi. Saya berdiri hari ini bukan karena kuat, tapi karena saya tidak boleh runtuh di hadapan mereka,” tuturnya.
Dengan suara yang perlahan, Hamim memohon kepada Majelis Hakim agar dibebaskan dari dakwaan, serta dipulihkan nama baiknya sebagai pribadi, kepala keluarga, dan pemimpin daerah.
Penulis: Lukman.