Gorontalo, mimoza.tv – Polemik antrean pencetakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Kabupaten Gorontalo kian menuai sorotan. Lebih dari 30 ribu daftar tunggu yang menumpuk membuat pelayanan administrasi kependudukan kembali jadi sorotan publik.
Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo, Iskandar Mangopa, menjadi salah satu yang paling vokal mengkritisi kondisi ini. Ia menilai, kegagalan Disdukcapil Kabgor memenuhi kebutuhan layanan KTP merupakan hal yang memalukan, terlebih ketika warga sampai harus mencari solusi ke daerah tetangga meski akhirnya ditolak.
“Penolakan itu wajar, tapi yang memalukan adalah kita di Kabgor tak mampu memberi pelayanan dasar administrasi kependudukan bagi rakyat sendiri,” tegas politisi Golkar itu, Selasa (23/9/2025).
Namun, pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Gorontalo membantah jika persoalan ini terkait ketiadaan blangko atau kelalaian petugas. Kepala Disdukcapil, Muhtar Nuna, menegaskan hambatan yang terjadi murni akibat habisnya persediaan tinta cetak.
“Ketiadaan tinta cetak ini bukanlah keinginan kami sebagai instansi teknis. Kondisi ini murni karena keterbatasan pembiayaan dalam pengadaannya,” jelas Muhtar, Rabu (24/9/2025).
Menurutnya, Disdukcapil sudah berulang kali mengajukan tambahan anggaran, namun alokasi yang diterima tak sebanding dengan lonjakan permintaan cetak KTP. “Blangko kami tersedia dan cukup, tetapi tinta cetak sudah habis. Itulah sebabnya pelayanan pencetakan KTP belum bisa kami penuhi,” ujarnya.
Muhtar menambahkan, Bupati Sofyan Puhi telah menaruh perhatian serius terhadap masalah ini. Namun, pada APBD Perubahan 2025, kebutuhan pengadaan tinta tetap tidak mendapat tambahan anggaran. Padahal, kebutuhan minimal hingga akhir tahun mencapai 20 botol tinta, dengan harga Rp4,3 juta per botol, masing-masing cukup untuk 500 keping KTP.
Pernyataan Iskandar maupun klarifikasi Disdukcapil itu kemudian ditanggapi oleh Aliansi Masyarakat Mahasiswa Peduli Daerah (AMMPD) Gorontalo. Menurut perwakilannya, Arif Rahim, DPRD justru tidak bisa lepas tangan dalam persoalan ini.
“Faktanya hari ini Ketua DPRD memilih berada di luar daerah, meninggalkan puluhan ribu antrean masyarakat yang tak bisa mencetak KTP. Lebih parahnya lagi DPRD seolah cuci tangan padahal mereka punya peran besar dalam penentuan anggaran,” tegas Arif.
Ia menilai, untuk pertama kalinya Disdukcapil Kabgor sampai kehabisan tinta. Kondisi ini membahayakan karena berpotensi membuat puluhan ribu warga hidup tanpa identitas jelas. “Dampaknya sangat luas, dari akses layanan publik, perbankan, hingga hak politik,” pungkasnya.
Polemik ini pun menyingkap fakta yang lebih mendasar: pelayanan administrasi kependudukan di Kabgor bukan sekadar soal teknis habisnya tinta, tetapi cerminan lemahnya prioritas kebijakan dan manajemen anggaran.
Penulis: Lukman.



