Gorontalo, mimoza.tv – Operasi penertiban Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Paguyaman, Boalemo, kembali digelar aparat gabungan. Ratusan lubang tambang ditutup, tenda-tenda dibongkar, dan peralatan diamankan. Namun ironisnya, kerusakan lingkungan dan lahan HGU milik PT Pabrik Gula Gorontalo justru semakin parah, sementara sejumlah titik tambang ilegal dibiarkan masih beroperasi.
Operasi yang dipimpin Kabag Ops Polres Boalemo, AKP Pomil Montu, Selasa (7/10), awalnya menyasar Desa Batu Kramat. Pegunungan yang mestinya jadi sumber lateks pohon karet kini porak-poranda akibat galian lubang berdiameter satu meter. Dari bawah, kawasan itu bahkan lebih mirip pasar tenda ketimbang hutan produksi.
Barang bukti berupa terpal dan material batu ikut diamankan. Polisi memberi toleransi: penambang yang mau membongkar sendiri peralatan tak akan diganggu. “Kami imbau jangan lagi ada aktivitas sebelum ada izin resmi. Apalagi di wilayah HGU Pabrik Gula,” tegas AKP Pomil, dikutip mimoza.tv dari Gorontalo Post.
Namun, ironi segera terlihat. Saat operasi berlanjut ke Desa Saripi, sejumlah dompeng dan pipa dihancurkan. Tapi masih ada titik PETI lain—bahkan tepat di belakang kantor Pabrik Gula—yang sama sekali belum tersentuh. Sungai di sekitar lokasi pun tergerus abrasi akibat pengerukan liar.
Kondisi ini membuat publik menagih janji Kapolres Boalemo, AKBP Sigit Rahayudi, yang sebelumnya berkomitmen menindak tegas pelaku PETI. Namun jawaban yang keluar masih klise: penertiban akan dilanjutkan setelah agenda rutin daerah usai.
Sementara itu, pihak PT Pabrik Gula Gorontalo menilai penertiban belum tuntas. Manager Public Relation, Marthen Turuallo, menegaskan kerusakan HGU akibat PETI sudah mengkhawatirkan.
“Kami apresiasi langkah aparat, tapi kami juga minta penindakan serius di semua titik. Ini bukan sekadar soal perusahaan, tapi ancaman lingkungan dan pemicu banjir jika musim hujan,” ujarnya.
Marthen bahkan mengaku pihaknya sudah menyerahkan nama-nama aktor yang diduga menjadi dalang PETI ke Polda Gorontalo. Ia berharap laporan itu tak sekadar numpang arsip, tapi benar-benar diproses secara hukum.
Penertiban yang berakhir setengah jalan ini justru menyisakan pertanyaan publik: apakah negara sungguh berani menutup keran PETI, atau sekadar menggembosi tenda tambang sementara dalangnya tetap bebas meraup keuntungan?
Penulis: Lukman.